Jakarta, IDN Times - Bencana alam tidak hanya menyebabkan kerusakan fisik dan gangguan mental. Baru-baru ini, Kepala Departemen Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, mendapati malapetaka sosial yang didera anak-anak akibat bencana alam. Ia menyoroti bagaimana anak perempuan memiliki segudang masalah baru akibat diterjang musibah. Salah satunya pernikahan anak.
“Secara statistik, kemungkinan anak perempuan menikah di usia dini di level desa yang terkena bencana meningkat 0,1 persen dibanding desa yang tidak terdampak bencana,” ujar Teguh saat ditemui IDN Times di kantornya.
Melalui jurnal berjudul Natural Disasters and Girls Vulnerability: Is Child Marriage a Coping Strategy of Economic Shocks in Indonesia, Teguh menggambarkan bagaimana pernikahan anak dianggap menjadi solusi untuk melanjutkan hidup di tengah keterbatasan ekonomi akibat bencana alam. Tentu anak perempuan menjadi unit yang paling dirugikan.
Pakar ekonomi pembangunan itu meramu logika ekonomi dalam situasi bencana. Dia mencatat pola-pola yang yang lazim dipraktikkan guna melanjutkan hidup. “Pertama, kalau disuruh milih antara laki-laki atau perempuan, biasanya yang perempuan akan disuruh berhenti sekolah. Itu dari segi ekonomi supaya mengurangi beban,” kata dia.
Buntut dari pemutusan sekolah, anak perempuan memiliki dua opsi bekerja atau menikah. Teguh juga menilik bagaimana pelecehan seksual kerap terjadi di sejumlah kamp pengungsian bencana.
“Kemudian ada faktor sekuritas. Dibanding tinggal di pengungsian yang tidak aman, rawan pelecehan seksual, mending dialihkan ke orang lain atau dinikahkan. Secara tidak langsung, ini bagian dari cara orangtua melindungi anaknya. Jadi istilahnya berbagi beban. Walau ini menjadi opsi terakhir, tapi pilihan ini akan selalu ada,” tuturnya.