Jakarta, IDN Times - Epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman mengatakan varian Omicron sudah menciptakan sebuah fenomena yang disebut denominator. Fenomena tersebut merupakan kondisi di mana orang yang terinfeksi COVID-19 berjumlah sangat banyak dan membuat proporsi orang yang sakit di rumah sakit atau meninggal dunia jauh lebih terlihat. Selain itu, angka kematiannya bisa lebih besar bila tidak cepat dilindungi.
Dikutip dari kantor berita ANTARA, Selasa (15/2/2022), fenomena denominator bisa muncul karena strategi penanganan pandemik COVID-19 yang dijalankan oleh pemerintah dinilai belum cukup kuat. Selain itu, pembatasan kembali kegiatan masyarakat juga terlambat diberlakukan. Meski saat ini, level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) kembali naik jadi level 3.
"Mungkin pada beberapa kondisi atau daerah bisa saja disiapkan level 4. Tapi, (PPKM) level 3 sudah cukup karena itu kan hanya payung dan jadi strategi tambahan," ungkap Dicky.
Poin penting lainnya selama diberlakukannya PPKM yaitu pada periode ini bisa dijadikan momen untuk menggenjot vaksinasi dan memperkuat pelacakan kasus. Sementara, berdasarkan data dari Satgas Penanganan COVID-19 per 14 Februari 2022, jumlah penerima vaksin lengkap dua dosis baru mencapai 135.814.029. Padahal, target untuk mencapai kekebalan kelompok yakni 208.265.720.
Apakah Indonesia sudah mencapai puncak COVID-19 varian Omicron usai kasus harian kembali melonjak?
