Jakarta, IDN Times - Epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman menilai anggota keluarga DPR tak masuk dalam kelompok prioritas penerima vaksin COVID-19. Oleh sebab itu, Dicky merasa prihatin ketika pada pekan lalu keluarga anggota parlemen justru ikut divaksinasi bersamaan dengan momentum vaksin bagi kelompok lansia dan petugas publik.
"Ini justru menjadi bukti betapa lemahnya tata kelola dalam pengendalian pandemik ini. Apalagi vaksinasi jadi andalannya pemerintah sejak awal dan dijadikan vaksinasi. Bahkan, dibahas sejak awal, belum lagi banyak glorifikasi," ungkap Dicky kepada IDN Times pada Sabtu, 27 Februari 2021 lalu.
Ia juga menyebut, program vaksinasi yang diberikan gratis kepada publik memiliki banyak kelemahan dalam praktiknya di lapangan. Mulai dari data penerima vaksin, pemberian vaksin yang tak transparan, hingga kebocoran vaksinasi. Kebocoran yang dimaksud Dicky yaitu individu yang seharusnya masih antre justru telah menerima vaksin COVID-19.
"Saat ini kan yang diprioritaskan untuk menerima lansia, tenaga kesehatan, pekerja esensial, petugas di karantina mandiri di hotel, wisma atlet, pintu masuk perbatasan, itu harus diprioritaskan (menerima vaksin)," ujarnya.
Maka dari itu, Dicky menyarankan agar pemerintah secara terbuka menyampaikan ke publik kriteria dari penerima vaksin COVID-19. Tujuannya, mencegah terjadinya kebocoran penerima vaksin.
"Apalagi kan korupsi di Indonesia luar biasa (tinggi) dan dalam masa pandemik, korupsi musuh terbesar. Korupsi kan tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi dalam bentuk penyalahgunaan wewenang dengan memberikan akses vaksin ke orang yang tak berhak," tutur dia lagi.
Apa penjelasan dari DPR soal pelaksanaan vaksinasi bagi para anggota dan keluarganya yang dilakukan secara diam-diam?