Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Halaqah Penguatan Kelembagaan Pendirian Direktorat Jenderal Pesantren dengan tema “Transformasi Pendidikan Pesantren” UIN Alauddin Makassar (dok. Kemenag)
Halaqah Penguatan Kelembagaan Pendirian Direktorat Jenderal Pesantren dengan tema “Transformasi Pendidikan Pesantren” UIN Alauddin Makassar (dok. Kemenag)

Intinya sih...

  • Pesantren harus menjadi lembaga unggulan.

  • Tantangan muncul berupa menipisnya pengajaran kitab kuning seperti balaghah, mantik, dan arudh di pondok yang menerapkan kurikulum formal.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan perbaikan manajemen pondok pesantren sebagai prioritas negara. Hal itu disampaikan Direktur Pesantren Kemenag, Basnang Said, saat menghadiri Halaqah Penguatan Kelembagaan Pendirian Direktorat Jenderal Pesantren dengan tema “Transformasi Pendidikan Pesantren” UIN Alauddin Makassar.

Sejumlah pimpinan pondok dan akademisi hadir dalam halaqah tersebut. Basnang Said menyoroti posisi pondok sebagai institusi pendidikan yang sudah ada sejak ke-14.

“Pesantren sudah ada sejak abad ke-14, jauh sebelum Belanda datang dengan sistem sekolah modern,” ujar Basnang dalam keterangannya, Kamis (27/11/2025).

1. Pesantren harus menjadi lembaga unggulan

Halaqah Penguatan Kelembagaan Pendirian Direktorat Jenderal Pesantren dengan tema “Transformasi Pendidikan Pesantren” UIN Alauddin Makassar (dok. Kemenag)

Dia mengatakan, sejarah mencatat masa-masa sulit ketika modernisasi kolonial meminggirkan peran pesantren. Namun, Program PBSB di era Menteri Agama M. Maftuh Basyuni menjadi titik balik kebangkitan para pelajar agama untuk berprestasi di universitas-universitas unggulan.

Pengakuan negara terus berkembang, mulai dari penyetaraan ijazah di era Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), penetapan Hari Santri oleh Presiden ke-7 RI, Joko "Jokowi" Widodo, sampai pengesahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019.

“Undang-undang itu menguatkan martabat pesantren sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional,” ujar Basnang.

2. Pengajaran kitab kuning semakin menipis

ilustrasi santri membawa kitab kuning (unsplash.com/Muh Makhlad)

Tantangan muncul berupa menipisnya pengajaran kitab kuning seperti balaghah, mantik, dan arudh di pondok yang menerapkan kurikulum formal. Kemenag pun telah merancang strategi terstruktur untuk memulihkan tradisi pembelajaran kitab kuning.

K.H. Hamzah Harun Ar-Rasyid yang menjabat sebagai Pimpinan PPTQ Halaqah Hafizhah sekaligus Ketua Tanfidziyah PWNU Sulawesi Selatan, menggarisbawahi fundamental pendidikan agama terletak pada pembentukan karakter spiritual.

“Santri harus merasa selalu dalam pengawasan Allah. Jika itu tertanam, maka seorang santri tidak akan mungkin berkhianat, meskipun nanti ia menjadi rektor atau menteri,” kata dia.

3. Tata kelola manajemen pesantren penting

Ilustrasi pesantren/IDN Times/Kevin Handoko

Ketua Umum Yasdic IMMIM, Nurfadjri Fadeli Luran, menilai, perbaikan tata kelola manajemen pesantren merupakan hal yang penting. Data menunjukkan dari 42 ribu lembaga dengan enam juta pelajar, mayoritas masih menggunakan metode konvensional sehingga kewalahan menghadapi persaingan digital.

“Transformasi bukan berarti menghapus tradisi. Keikhlasan, keberkahan, dan kejujuran tetap menjadi ruh pesantren. Yang berubah adalah kualitas tata kelolanya,” ujar Nurfadjri.

Editorial Team