Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Umum Partai Golkar Erwin Aksa mengatakan parpol berlambang pohon beringin itu tidak bergantung pada hasil pemilihan presiden. Berdasarkan sejarah, Golkar tetap bisa meraup hasil suara tiga besar di pemilu legislatif meskipun sang ketum kalah di pilpres.
Itu sebabnya ia mempertanyakan klaim penurunan elektabilitas Golkar oleh para politisi senior. Mereka kerap menyebut elektabilitas Golkar kini tinggal 6 persen.
"Itu sebabnya Golkar di pemilu selalu nomor dua, kenapa? Karena calegnya yang kerja keras, tidak peduli siapapun ketua umumnya," ujar Erwin kepada IDN Times yang menghubunginya lewat telepon pada Senin (24/7/2023).
Ia menyebut Wiranto yang mewakili Golkar dalam Pilpres 2004 lalu kalah. Ketika itu Wiranto berpasangan dengan Salahudin Wahid dan berhasil meraih 26,2 juta suara atau 22,15 persen.
Meski begitu, Jusuf "JK" Kalla terpilih sebagai wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). JK sendiri merupakan kader Golkar dan akhirnya terpilih jadi ketua umum.
"Di Pemilu 2009, Pak JK kalah di pilpres tetapi Golkar berhasil duduk di peringkat kedua dengan suara terbanyak. Pada pemilu 2014, Pak Aburizal Bakrie tidak dapat tiket (capres), Golkar tetap nomor dua. Ketika itu Golkar sempat ada di kubu Merah Putih dengan Pak Prabowo," ujarnya menjelaskan.
Di Pemilu 2019 pun, kata Erwin, ketika Golkar akhirnya mendukung Jokowi dan tidak ada sosok capres, partai tempatnya bernaung tetap berada di posisi kedua. "Makanya, saya sulit memahami apa yang dimaksud oleh orang-orang bahwa performance Golkar menurun drastis," tutur dia.