Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Anggota Baleg DPR Fraksi PDI Perjuangan, Putra Nababan (Website/dpr.go.id)

Jakarta, IDN Times - Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol kembali dibahas DPR RI dengan mendengarkan penjelasan pengusul oleh PPP, PKS, dan Gerindra. Meski baru dibahas tahap awal, RUU ini menuai kontroversi lantaran ‘memukul rata’ kalangan untuk tidak mengonsumsi alkohol.

Respons juga dilayangkan Fraksi PDI Perjuangan yang tegas menolak RUU Larangan Minuman Beralkohol. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PDIP Putra Nababan menilai, RUU ini menentang keberagaman di Indonesia, apalagi jika beralasan diharamkan oleh agama.

“Saya tidak setuju karena RUU itu tidak bisa dibuat secara sektoral. Undang-undang itu kan harus bisa melingkupi seluruh warga Indonesia. Kita punya adat, budaya, agama yang beragam dan berbeda-beda,” kata Putra kepada IDN Times, Kamis (12/11/2020).

1. RUU Larangan Minuman Beralkohol menentang adat dan ritual keagamaan

Ilustrasi kegiatan Gereja Kristen (Antara FOTO)

Putra menjelaskan, RUU Larangan Minuman Beralkohol bertentangan dengan adat dan ritual keagamaan. “Misalnya, di tanah Batak ada yang namanya tuak, tuak diminum dengan bersamaan makanan adat saat acara pernikahan dan syukuran."

"Di Bali juga ada arak Bali. Umat Kristen dan Katolik juga dalam ibadahnya setiap seminggu sekali ada perjamuan kudus, yang menggunakan anggur dan roti. Kita harusnya bisa menghargai perbedaan itu,” ujar mantan jurnalis itu.

2. Peraturan minuman beralkohol sudah diatur Peraturan Menteri Perdagangan

Editorial Team

Tonton lebih seru di