Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat meluncukan Buku Sejarah Idonesia di Jakarta. (IDN Times/Amir Faisol).
Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat meluncukan Buku Sejarah Idonesia di Jakarta. (IDN Times/Amir Faisol).

Intinya sih...

  • Fadli Zon tetapkan 14 Desember sebagai Hari Sejarah

  • Fadli hidupkan kembali Direktorat Sejarah dan luncurkan buku penulisan ulang sejarah

  • Diharapkan jadi momentum merancang masa depan Indonesia

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Kebudayaan Fadli Zon menetapkan 14 Desember sebagai Hari Sejarah. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kebudayaan Nomor 206/M/2025 yang diteken pada 8 Desember 2025.

Fadli mengatakan, latar belakang penetapan 14 Desember sebagai hari sejarah berangkat dari usulan para sejarawan Indonesia. Penetapan Hari Sejarah disesuaikan dengan satu peristiwa Seminar Sejarah pada tanggal 14-17 Desember 1957 di Universitas Gadjah Mada (UGM).

"Ada usulan dari masyarakat sejarawan Indonesia tentang penetapan Hari Sejarah. Penetapan Hari Sejarah ini disesuaikan dengan satu peristiwa Seminar Sejarah pada tanggal 14 sampai 17 Desember tahun 1957, kalau tidak salah di Universitas Gadjah Mada," kata Fadli Zon di Kemendikdasmen, Jakarta, Minggu (14/12/2025).

1. Fadli Zon hidupkan kembali Direktorat Sejarah

Menteri Kebudayaan Fadli Zon usai meluncurkan buku sejarah baru Indonesia. (IDN Times/Amir Faisol)

Fadli juga mengumumkan pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Sejarah setelah sempat dihapus dari struktur kementeriannya. Ia bahkan mengibaratkan terbentuknya Ditjen Sejarah seperti kembali 'bangkit dari kubur'.

Ia mengatakan, tugas Ditjen Sejarah adalah menulis banyak buku sejarah. Ia mengatakan, setelah proyek penulisan ulang sejarah yang menghasilkan 10 jilid buku, penulisan sejarah tetap akan berlanjut pada seri-seri yang lain.

"Direktorat Sejarah ini ingin menjadikan satu tempat fasilitasi terutama bagi bercerita, karena Direktoratnya Sejarah dan Permuseuman ini, terutama meneliti dalam hal ini, untuk menulis sejarah kita, kenangan kolektif bangsa kita," kata dia.

2. Diharapkan jadi momentum merancang masa depan Indonesia

Direktur Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan, Restu Gunawan saat melaporkan penulisan ulang sejarah. (IDN Times/Amir Faisol)

Direktur Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan, Restu Gunawan berharap, penetapan Hari Sejarah bisa menjadi momentum menguatkan pembangunan karakter bangsa, membangun identitas bangsa, dan merancang masa depan Indonesia yang berkeadaban dan berkelanjutan.

"Kita jadikan momentum untuk merayakan Hari Sejarah sebagai hari yang sangat penting dalam merancang masa depan yang lebih baik," kata dia.

3. Luncurkan buku penulisan ulang sejarah

Menteri Kebudayaan Fadli Zon usai meluncurkan buku sejarah baru Indonesia. (IDN Times/Amir Faisol)

Sebelumnya, Fadli Zon resmi meluncurkan buku penulisan ulang sejarah berjudul "Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global". Buku ini terdiri dari 10 jilid.

Ide proyek penulisan ulang sejarah ini muncul pada Januari 2025 setelah ada arahan langsung dari Fadli Zon. Proyek ini melibatkan kolaborasi dari 123 orang penulis yang berasal dari 34 perguruan tinggi dan 11 lembaga non-perguruan tinggi, hingga menghasilkan karya sebanyak 7.958 halaman dalam 11 jilid.

Fadli mengatakan, buku sejarah baru ini menjadi salah satu acuan bagi bangsa ini untuk mengingat kembali memori kolektif terhadap perjalanan republik ini. Ia turut menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat.

"Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah mendukung dan telah merealisasikan sejarah ini," kata Fadli Zon di Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Minggu (14/12/2025).

Fadli menekankan, proyek ini bukan bagian dari kepentingan politik, tetapi murni dirancang demi kepentingan bangsa dan negara ke depan. Ia tak mempermasalahkan gelombang kritik di ruang publik yang muncul selama proyek ini berlangsung.

"Saya kira jika terjadi perbedaan pendapat, itu satu hal yang sangat biasa dan saya kira harus kita apresiasi sebagai bagian dari demokrasi kita. Tinggal bagaimana kita lihat, dan harus dibaca dulu baru kita berkomentar," kata dia.

Editorial Team