Sosok Pierre Tendean (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra Lamtoro Gung Persada, 1986)
Di era 1960-an, hubungan Indonesia dengan Malaysia tidak semesra sekarang. Pada 1961, Presiden Pertama RI Sukarno gencar menyuarakan konfrontasi untuk merebut Irian Barat melalui Tri Komando Rakyat (Trikora) dan menentang pembentukan Federasi Malaysia yang mempersatukan Malaya, Singapura, Serawak, Brunei, dan Sabah dalam satu negara.
Rencana ini membuat Indonesia konfrontasi dengan Malaysia melalui Dwi Komando Rakyat (Dwikora). Perdana Menteri Malaysia Tunku Abdul Rahman yang pertama kali mencetuskan gagasan tersebut.
Rencana tersebut didukung Inggris untuk mendapatkan kepentingan di wilayah, hingga keadaan berubah ketika terjadi pemberontakan di wilayah Kalimantan Utara, kawasan koloni Inggris dan Brunei.
Penolakan Indonesia semakin keras, setelah melancarkan konfrontasi dengan mengirimkan sukarelawan untuk membantu rakyat Kalimantan Utara melawan Inggris. Pada situasi yang genting, Sukarno menyerukan Dwikora. Sejak itu, konfrontasi bersenjata di antara kedua belah pihak dimulai.
Dwikora tersebut berisi: Perhebat ketahanan revolusi Indonesia dan membantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak, dan Brunei untuk membubarkan negara boneka Malaysia.
Pemerintah Indonesia menyatakan operasi Dwikora bukan untuk melawan rakyat Malaysia, melainkan untuk mengganyang "negara boneka Malaysia". Pemerintah menyuplai untuk Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU).
Tak hanya itu, pemerintah RI memberikan surat panggilan tugas kepada elite ABRI (sekarang TNI) dan ribuan prajurit untuk menjadi bagian operasi Dwikora. Pierre salah satu prajurit TNI muda yang menjadi bagian operasi Dwikora.
Pada saat itu, Pierre Tendean dan rekannya mendapatkan surat yang tak ada kejelasan lebih lanjut. Dia langsung meninggalkan Markas Yonzipur 1, setelah mendapatkan surat tersebut.
Rekannya menyarankan, Pierre kembali ke Markas Zeni Pusat untuk menanyakan ketidakjelasan surat tersebut. Pierre mengikuti saran rekannya, dan mendapatkan kejelasan. Bahwa keduanya dipersiapkan untuk melakukan penyusupan operasi Dwikora.
Pierre kerap dilibatkan dalam operasi penyusupan ke Malaysia dari Selat Panjang, Kepulauan Meranti, Riau. Tak ada fasilitas mewah yang diberikan ketika berada di Negeri Jiran itu. Hanya sebuah tenda yang dibekali untuk panggilan tugas dari Ibu Pertiwi.
Melalui surat perintah yang dikeluarkan Dirzi No SP-507/11/1963, Pierre ditugaskan memimpin pasukan gerilya sukarelawan yang akan menyusup ke Negara Federasi Malaysia. Dia dan pasukannya dibantu Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (Dipiad) untuk persiapan operasi intelijen ini, yang ditempatkan di garis terdepan.
Dalam masa tugas setahun, Pierre Tendean berhasil menyusup ke daratan Malaysia hingga tiga kali. Pertama, Pierre menyamar sebagai turis yang berbelanja di toko-toko. Kedua, dia dapat merebut senjata dan verrekijker (teropong) dari tentara musuh. Ketika melakukan infiltrasi ketiga kalinya, nyawa Pierre sempat terancam, karena kepergok dan dikejar kapal perang milik tentara Inggris.
Pierre berhasil lolos dari kejaran tentara Inggris dengan berenang menuju perahu nelayan terdekat. Salah satu cara Pierre berhasil masuk ke Semenanjung Malaya dengan menyamar sebagai warga Pekanbaru.