Terpidana pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Ferdy Sambo. (IDN Times/Irfan Fathurohman)
- Fickar menjelaskan, eksekusi mati Ferdy Sambo bisa dilaksanakan setelah melalui beberapa tahapan. Pertama, bila kedua belah pihak menerima, maka statusnya menjadi berkekuatan hukum tetap dan terdakwa bisa langsung dieksekusi.
Kedua, banding apabila jaksa dan atau terdakwa tidak terima atas putusan Pengadilan Negeri (PN), maka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT).
Ketiga, putusan banding bila kedua belah pihak menerima, maka statusnya menjadi berkekuatan hukum tetap dan terdakwa bisa langsung dieksekusi.
Empat, kasasi apabila jaksa dan atau terdakwa tidak terima atas putusan PT, maka mengajukan kasasi ke PT.
Lima, putusan kasasi dan terakhir barulah dieksekusi dengan catatan apabila sudah putus kasasi, maka sudah berkekuatan hukum dan status terdakwa menjadi terpidana.
Peninjauan Kembali (PK) terdakwa dan terpidana diberikan kesempatan upaya hukum luar biasa sekali lagi atas hukuman yang dijalaninya. Syaratnya yaitu ada kekhilafan hakim dan novum/bukti baru.
Putusan PK prinsipnya tidak menunda eksekusi.
“Vonis mati dalam KUHP lama, itu hukum positif, artinya itu hukum yang masih berlaku,” kata Fickar.
Adapun tentang KUHP baru, eksekusi mati bisa tidak dilaksanakan bila dalam 10 tahun ia mendapatkan pernyataan perilaku baik selama dalam tahanan.
“Ketika diberlakukan KUHP baru maka pelaksanaannya tunduk pada KUHP baru, artinya akan ada evaluasi setelah dijalani 10 tahun bisa dieksekusi atau berubah menjadi seumur hidup,” ujar Fickar.