Jakarta, IDN Times - Setelah sempat tak muncul usai operasi senyap digelar anak buahnya, Ketua KPK Komjen (Pol) Firli Bahuri tiba-tiba mengeluarkan komentar yang isinya membantah komisi antirasuah sudah lemah dan tak bisa menangkap koruptor. Khususnya, sejak undang-undang nomor 19 tahun 2019 berlaku.
Sebagai bukti, kata Firli, penyidik komisi antirasuah pada Rabu malam (15/1) menahan koruptor lainnya yakni Kepala Dinas PUPR di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Zainal Abidin.
"KPK tidak lemah dan terus bekerja. Buktinya, hari ini, Rabu tanggal 15 Januari 2020 pukul 17.00 seorang pelaku tindak pidana korupsi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tersangka Zainal Abidin ditahan oleh penyidik KPK untuk 20 hari ke depan di Rutan KPK," demikian kata Firli melalui keterangan tertulis pada Kamis (16/1).
Dalam kasus itu, Firli menjelaskan, Zainal ikut bersama-sama dengan Bupati nonaktif Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa menerima gratifikasi yang berhubungan dengan kewajiban atau tugasnya. Zainal berperan mengatur agar perusahaan kontraktor milik teman-teman Bupati non aktif lah yang mengerjakan proyek di Kabupaten Mojokerto.
Sebagai imbalannya, Zainal akan ikut menerima fee. Tak dijelaskan berapa nominal fee yang ia terima.
Namun, oleh publik penahanan kepala dinas tak cukup kuat untuk menepis anggapan komisi antirasuah tetap bekerja dan tak lemah.
Sementara, dalam perkara operasi senyap yang menimpa eks komisioner KPU, Wahyu Setiawan, komisi antirasuah seolah tak berdaya ketika dilarang menggeledah kantor DPP PDI Perjuangan. Lalu, mengapa kantor DPP PDI Perjuangan belum juga digeledah? Sebab, di sana diduga ada bukti yang dibutuhkan terkait operasi senyap terhadap eks komisioner KPU, Wahyu Setiawan.