Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Prabowo-Gibran 2024 (instagram.com/gibran_rakabuming/)
Prabowo-Gibran 2024 (instagram.com/gibran_rakabuming/)

Intinya sih...

  • Prabowo-Gibran belum capai Asta Cita

  • Pembangunan SDM masih minim, kesehatan dan disabilitas kurang perhatian

  • Hilirisasi nikel perlu ditinjau ulang, pemerintah gak jelas dalam membangun desa

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka genap berusia satu tahun pada 20 Oktober 2025. Dalam visinya, pemerintahan Prabowo-Gibran mengusung tema "Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045". Visi itu dituangkan ke dalam delapan misi yang disebut sebagai Asta Cita. Lalu, seberapa tahu sih generasi Z terhadap Asta Cita Prabowo-Gibran?

Yuli Adiningsih (28), warga Garut, Jawa Barat yang kini berdomisili di Jakarta, melihat Asta Cita Prabowo-Gibran belum sepenuhnya tercapai selama satu tahun pemerintahannya.

Dalam poin memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM) belum ada gebrakan yang besar. Buktinya kata dia, masih banyak pengangguran di Indonesia. Padahal, rezim ini telah menjanjikan akan membuka 19 juta lapangan pekerjaan saat kampanye Pilpres 2024.

"Apalagi memperkuat pembangunan SDM itu menurut ku belum ada terobosan. Itu bisa dilihat dari data pengangguran di Indonesia masih banyak banget," kata Yuli kepada IDN Times.

Ia mengapresiasi gebrakan Prabowo dalam sektor kesehatan. Salah satunya program cek kesehatan gratis (CKG) yang telah menyasar 36 juta masyarakat Indonesia sejak diluncurkan pada Februari 2025. Namun, ia mengkritik keras wacana pemerintah yang akan menaikkan iuran BPJS.

"Tapi di sisi lain ada wacana kenaikan iuran bpjs dan layanan kesehatan yang dihilangkan itu, menurut gua sebuah langkah kemunduran," kata dia.

1. Masih diskriminatif dalam pemberdayaan perempuan

Presiden & Wakil Presiden Terpilih (Prabowo - Gibran)

Menurut dia, pada sektor pemberdayaan perempuan, Prabowo masih diskriminatif. Ia mempertanyakan beberapa pos kementerian yang diisi perempuan apakah memang sesuai dengan kapasitasnya.

"Kalau melihat menteri perempuan masih patut dipertanyakan belun aksesible buat perempaun yang sesuai dengan kapabilitasnya," kata dia.

"Jadi masih diskriminatif meskipun ada ruang bagi perempuan tapi masih buat perempuan tertetu, dan mungkin belum punya kapasitas padahal ada yang lebih berhak," sambungnya.

Sementara, dalam poin memperkuat pembangunan penyandang disabilitas juga belum ada gebrakan. Karena banyak jempatan penyeberangan orang (JPO) yang luput dari perhatian pemerintah.

"Kayak di fasilitas-fasilitas umum juga masih banyak yang belum ramah buat penyandang disabilitas terutama JPO masih banyak curam bukan hanya buat disabilitas, tapi buat ibu hamil juga. Jadi dari fasilitas aja belum ada peningakatan," kata dia.

2. Hilirisasi nikel perlu ditinjau ulang

Foto udara tambang ilegal di kawasan IKN tepatnya di Bukit Tengkorak, Tahura Bukit Soeharto. (Dok. Humas OIKN)

Adapun, terkait hilirasasi, Yuli memandang pemerintah harus meninjau ulang apakah proyek ini banyak menghasilan kebermanfaatan atau sebaliknya justru menimbulkan mudharat.

Menurut dia, hlirisasi nikel yang dielu-elukan pemerintah hanya memicu banyak kerusakan lingkungan. Eksploitasi secara masif dalam waktu singkat hanya merugikan lingkungan.

"Kalau dihitung kerugian lingkungan dan konflik di dalamnya ketika dikonversi ke kerugian materil sepertinya lebih banyak jadi harusnya dipikir ulang sama pemerintah terkait hilirasasi dan industrialisasi ini," kata dia.

"Apalagi hilirisasi nikel dilakukan di pulau pulau kecil. Ini tuh menurut gua sangat bermasalah banget. Kayaknya lebih banyak mudharatnya," sambungnya.

3. Pemerintah gak jelas dalam membangun desa

Desa Kemiren Banyuwangi menang dalam Best Tourism Villages by UN Tourism-2025 Ceremony & Third Annual Network Meeting, di Huzhou, China, Jumat (17/10/2025). (Dok. Pemkab Banyuwangi)

Yuli juga mengaku belum melihat gebrakan yang berarti untuk pemberantasan kemiskinan dari desa. Ia melihat kampung halamannya di Garut belum mengalami kemajuan signifikan dalam setahun ini.

Di sisi lain, pemerintah juga membangun food estate di Merauke Papua yang tujuan utamanya untuk ketahanan pangan nasional. Sayangnya, program ini justru menjadi boomerang bagi masyarakat setempat.

Ia menilai, program ini bukannya membantu pengentasan kemiskinan, malah membuat masalah baru karena lahan yang tadinya buat menanam disulap untuk kebutuhan yang lain.

"Kayak gak jelas aja sih versi pemerintah ini membangunnya seperti apa. Karena setiap desa dan kota karakteristiknya beda-beda," kata dia.

Editorial Team