Jakarta, IDN Times - Sistem proposional pemilu beberapa waktu lalu digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam gugatan tersebut, aturan mengenai sistem pemilihan umum sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 diuji secara materiil.
Gugatan yang dilakukan oleh sekelompok orang itu tercatat menjadi Pemohon Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022.
Para Pemohon mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) hutuf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945. Para Pemohon menilai berlakunya norma-norma pasal tersebut berkenaan dengan sistem pemilu proporsional berbasis suara terbanyak seperti dibajak oleh caleg pragmatis yang hanya bermodal popular dan menjual diri tanpa ada ikatan ideologis kepada partai politik.
Akibatnya, pemohon menganggap anggota DPR/DPRD yang terpilih seolah-olah mewakili diri sendiri saat duduk di parlemen, bukan mewakili partai politik. Oleh karena itu, pihaknya menyarankan seharusnya otoritas kepartaian menentukan siapa saja yang layak menjadi wakil di parlemen setelah mengikuti pendidikan politik, kaderisasi, dan pembinaan ideologi partai.
Selain itu, menurut Pemohon bahwa pasal-pasal a quo telah menimbulkan individualisme para politisi, yang berakibat pada konflik internal dan kanibalisme di internal partai politik yang bersangkutan. Sebab, proporsional terbuka ini dinilai melahirkan liberalisme politik atau persaingan bebas dengan menempatkan kemenangan individual total dalam pemilu. Meskinya kompetisi terjadi antarpartai politik di area pemilu. Sebab, peserta pemilu adalah partai politik bukan individu seperti yang termaktub dalam Pasal 22E ayat (3) UUD 1945.
Namun, pada 15 Juni 2023, MK menolak gugatan untuk mengganti sistem proposional pada pemilihan legislatif tersebut. Mahkamah menyatakan, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem pileg daftar calon terbuka, serta original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (15/6/2023).
Lantas apakah masih bisa proposional tertutup akan diberlakukan pada pemilu mendatang?
Pertanyaan tersebut diajukan pembaca kepada redaksi IDN Times melalui platform #GenZMemilih. Selain menampilkan semua hal tentang Pemilu 2024, kanal #GenZMemilih juga menampung berbagai pertanyaan Gen Z dan milenial seputar politik dan Pemilu 2024, yang akan dijawab redaksi IDN Times. Yuk simak jawabannya, Gen Z!