Data Inventarisir Indonesia Corruption Watch (ICW) seperti dikutip dari laman antikorupsi.org mencatat penanganan korupsi sepanjang 2010-2015 menunjukkan tingginya angka keterlibatan kepala daerah dalam kasus korupsi. Selama satu dekade tersebut, sedikitnya tercatat 183 kepala daerah, baik di level provinsi atau kabupaten/kota menjadi tersangka kasus korupsi.
Keterlibatan kepala daerah dalam kasus korupsi terus berlanjut pada 2016. Sepanjang 2016, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani 11 kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah. Kasus-kasus tersebut memiliki sebaran aktor dan pola yang berbeda.
Data tersebut menunjukkan fenomena korupsi kepala daerah yang masih marak dan memprihatinkan. Kepala daerah nyatanya rentan melakukan korupsi. Bupati menjadi kepala daerah yang paling banyak terlibat korupsi.
Sementara, pengadaan dan pembahasan anggaran mendominasi sektor yang paling banyak dikorupsi kepala daerah sepanjang 2016. Enam dari 11 kepala daerah yang melakukan korupsi diketahui menerapkan atau berkaitan dengan dinasti politik di daerahnya. Fenomena ini semakin mengonfirmasi dinasti politik turut melanggengkan korupsi, dan begitu pula berlaku sebaliknya.
Enam kepala daerah yang terjerat kasus korupsi dan berkaitan dengan dinasti politik antara lain Ratu Atut Chosiyah (Gubernur Banten 2007-2017), Atty Suharti (Wali Kota Cimahi 2012-2017), Sri Hartini (Bupati Klaten 2016-2021), Yan Anton Ferdian (Bupati Banyuasin 2013-2018), Syaukani Hasan Rais (Bupati Kutai Kartanegara 1999-2010), dan Fuad Hasan (Bupati Bangkalan 2003-2012).