Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya)
Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) di gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (03/12/2025). (IDN Times/Anggia Leksa)

Intinya sih...

  • Gus Yahya menegaskan bahwa jika ada yang ingin menggantikannya sebagai Ketua Umum PBNU, harus melalui mekanisme hukum dan konstitusi organisasi.

  • Ia menyatakan kesiapannya untuk menghadapi jalur hukum demi mempertahankan tatanan organisasi.

  • Gus Yahya menilai keputusan pemberhentian dirinya batal secara hukum karena tidak melalui mekanisme muktamar.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Menanggapi desakan dan pertanyaan mengenai posisinya sebagai Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf atau akrab dipanggil Gus Yahya menyatakan, kalau ada yang mau melengserkan dirinya harus sesuai dengan mekanisme hukum dan konstitusi organisasi.

“Kalau soal mau ganti saya, mari gantilah saya. Tapi melalui mekanisme yang sesuai dengan tatanan,” ujar Gus Yahya kepada awak media di gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (03/12/2025).

Ia menegaskan, pemberhentian mandataris muktamar hanya dapat dilakukan melalui forum muktamar yang dipimpin bersama oleh Rais Aam Syuriah dan Ketua Umum.

“Saya mungkin jadi orang pertama dalam sejarah peradaban umat manusia, mandataris diberhentikan begitu saja di tengah jalan tanpa muktamar, tanpa forum perumusan yang sesuai,” tambahnya.

Gus Yahya juga menyatakan kesiapannya untuk menghadapi jalur hukum demi mempertahankan tatanan organisasi. “Ya, kami siap untuk menempuh jalur hukum demi menjaga keutuhan dari tatanan organisasi,” kata dia.

Pernyataan ini disampaikan setelah Rais Aam PBNU KH Miftachul Ahyar menyatakan bahwa Gus Yahya telah resmi tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum PBNU sejak 26 November 2025. Namun, Gus Yahya menilai keputusan itu batal secara hukum karena tidak melalui mekanisme muktamar.

“Pernyataan yang dikatakan sebagai hasil rapat harian syuriah mengenai posisi saya itu tidak dapat diterima dan batal secara hukum, karena di luar kewenangan dari rapat harian syuriah itu sendiri,” tegasnya.

Editorial Team