Jakarta, IDN Times - Dalam sidang vonis yang digelar secara virtual pada Senin (29/6), majelis hakim menolak pengajuan status pelaku bekerja sama atau justice collaborator Imam Nahrawi. Menurut majelis hakim, berdasarkan fakta yang diungkap oleh Imam selama persidangan dan ketentuan agar JC diterima, eks Menpora itu dinilai tak memenuhi persyaratan.
"Mempertimbangkan permohonan justice collaborator yang diajukan melalui surat 19 Juni 2020 dengan alasan ingin mengungkap aliran dana hibah Rp11,5 miliar lalu dibandingkan dengan syarat menjadi JC yakni bukan pelaku utama, kami menilai tidak cukup syarat untuk menjadi JC bagi terdakwa," kata anggota majelis hakim, Muslim.
Dalam sidang sore tadi, Imam dinyatakan terbukti bersalah dan menerima suap serta gratifikasi. Eks politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu divonis tujuh tahun bui, membayar denda Rp400 juta dan uang pengganti Rp18,1 miliar. Belum lagi Imam harus kehilangan haknya untuk dipilih sebagai pejabat publik selama empat tahun usai menuntaskan masa hukumannya.
Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK yaitu 10 tahun bui dan denda Rp500 juta. Lalu, apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim hingga vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan jaksa?