Adapun Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batam Mansyur berharap harga tiket segera diturunkan.
“Sekarang yang penting itu real action-nya, bukan sekadar wacana. Regulasi tarif batas atas-bawah belum menyelesaikan masalah. Sebab, para maskapai akan bertahan dengan tarif batas atasnya,” tutur Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batam Mansyur.
Meski regulasi tarif batas atas-bawah diterapkan, faktanya harga tiket pesawat terbang tetap tinggi. Sebagai ilustrasi, harga tiket pesawat terbang dengan rute Batam-Jakarta masih saja dibanderol kisaran Rp1,5 juta. Harga tersebut jauh di atas poros Singapura-Jakarta yang hanya dilabeli sekitar Rp 700 Ribu. Mansyur menambahkan, pesaing bagi maskapai domestik diperlukan untuk mengendalikan harga.
“Ini sudah monopoli. Tiket pesawat Jakarta-Batam masih saja tinggi. Lebih mahal dari Singapura-Jakarta. Kalau kondisinya seperti ini, jelas industri-industri di destinasi mati suri. Sekarang dampaknya terus saja terasa. Biar harga turun, maskapai asing harus diundang melayani rute domestik. Biar ada perang harga yang sehat dan pelayanan bagus dari maskapai,” tutur Mansyur.
Pelaku industri pariwisata di Batam juga terimbas karena arus masuk wisatawan di hari biasa turun hingga 40 persen. Parameternya tingkat okupansi hotel yang terisi hanya sekitar 40 persen di hari normal. Rata-rata length of stay wisatawan hanya semalam. Kondisi itu berlangsung sejak Januari 2019. Imbasnya, jasa porter, taksi, TA/TO, penyedia cenderamata, dan hotel menjadi sektor paling terpukul.
“Masalah maskapai menimbulkan efek domino yang besar. Semua lini industri pariwisata terkena imbas. Hal ini tentu tidak bagus bagi Batam ke depannya. Sekarang MICE di Batam sudah tidak ada. Seharusnya masalah harga tiket ini sudah selesai lebih awal,” kata Mansyur.
Selain minimnya wisatawan, kebijakan tiket mahal juga menjadi bumerang bagi maskapai. Sepanjang Januari-Maret 2019, maskapai dengan poros bandara di bawah pengelolaan PT Angkasa Pura II kehilangan 4 juta orang penumpangnya. Pengguna bandara dengan pengelola PT Angkasa Pura II turun hingga 3,5 juta orang penumpang. Kondisi tersebut otomatis menurunkan pendapatan maskapai yang bersangkutan.
“Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan saja. Sebab, fokus kami adalah pergerakan wisatawan di hari normal. Kalau akhir pekan, Batam memang ramai. Kemenhub idealnya ikut memikirkan hal-hal seperti ini. Sekarang bagaimana dengan daerah lain?” kata Mansyur.