Massa buruh berkumpul di pintu Monas, Jalan Merdeka Selatan, Rabu (8/12/2021). (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Winarso menjelaskan sejumlah alasan KSPI dan Partai Buruh menolak hasil putusan tersebut.
Pertama, hasil putusan PTUN itu dikeluarkan setelah revisi Kepgub 1517 tahun 2021 dijalankan selama tujuh bulan. Menurutnya, tidak mungkin kalau upah pekerja kemudian diturunkan di tengah jalan. Dia mengkhawatirkan ancaman konflik horizontal yang timbul antara buruh dengan perusahaan.
Kedua, KSPI DKI menganggap bahwa PTUN DKI sudah menyalahgunakan kekuasaan atau abuse of power. Dia menilai kalau PTUN telah melampaui kewenangannya, yakni hanya menguji dan menyidangkan gugatan terkait dengan persoalan administrasi.
"Kalau melihat kewenangan PTUN tersebut, seharusnya PTUN hanya sebatas menerima atau menolak gugatan yang diajukan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)," ujar Winarso.
"Tapi tiba-tiba PTUN menyatakan menerima gugatan Apindo, kemudian memutuskan kenaikan UMP DKI menjadi Rp4,57 juta per bulan. Ini kan berbahaya siapa yang memberikan kewenangan pada PTUN untuk memutuskan?" sambung dia.
Alasan ketiga, Winarso menerangkan bahwa seharusnya keputusan PTUN itu dikeluarkan pada awal 2022 atau sebelum pelaksaan awal UMP DKI Jakarta.
Terakhir ialah, keputusan PTUN itu akan berpengaruh pada wibawa Anies selaku yang mengeluarkan kebijakan.
"Wibawa pemerintah enggak boleh jatuh. Kalau Anies sebagai Gubernur DKI tidak melakukan banding, berarti Anies tidak konsisten terhadap keputusannya. Dia harus melakukan banding untuk mempertahankan keputusannya," ucap dia.