Dani usai salat di Masjidil Haram. IDN Times/Faiz Nashrillah
Usai salat, raut wajah gelisah tak bisa lagi ia sembunyikan. Beberapa kali ia mencoba menelepon kerabatnya, namun tak satu pun tersambung. Ia kemudian menyerah, meminta bantuan petugas haji yang mendampinginya.
''Carikan nomor Wahyudi, orang KBIH. Saya ingin telepon istri saya. Istri saya tak bawa HP,'' ujarnya, sambil memberikan ponsel miliknya kepada petugas.
''Atau ini anak saya, Citra. HP saya tak bisa buat telepon,'' imbuhnya.
Melalui ponsel petugas haji, Dani pun mengabarkan kepada sang anak bahwa ia sudah selesai melakukan umrah wajib. Tapi Dani belum lega. Ia kembali meminta petugas menghubungkannya dengan Wayudi. Dari Wahyudi inilah petugas mendapat nomor telepon Surpiyatno, jemaah lain yang sedang bersama Rusnayah.
Tangisnya langsung pecah, saat pertama mendengar suara sang istri. Ia tersedu sambil menyeka air mata menggunakan kain ihram. Suaranya tercekat saat mengabarkan kepada Rusnayah tentang kondisinya. Ia lalu balik bertanya tentang kabar sang istri. Percakapan mereka tak lama, tapi cukup membuat haru.
Sembari mengelap sisa air mata, Dani lalu bercerita tentang betapa Rusnayah adalah sosok perempuan yang begitu ia cintai. Kesan gagah sebelum berangkat umrah, runtuh di bukit Shafa.
Dani lalu bercerita tentang awal mula pertemuannya dengan Rusnayah. Mereka pertama bersua dalam sebuah kesempatan pada 1983. Kala itu, Dani baru saja diterima sebagai salah satu petugas Satpol PP di Kecamatan Bukit Kemuning, Kabupaten Lampung Utara. Sementara Rusnayah adalah guru di tempat yang sama.
Cinta mereka sederhana. Hanya butuh dua tahun bagi Dani meminang gadis pujaan hatinya itu. Kini, setelah 39 tahun membina rumah tangga, Dani sampai pada satu titik kesimpulan.
''Kalau sudah pensiun itu kayak orang gak berguna. Apa-apa sekarang semua demi istri. Jadi makin sayang sama istri kalau sudah pensiun gini. Kamu nanti akan merasakan sendiri," ujarnya, berpesan.
Setelah rampung menunaikan umrah, Dani kembali ke hotel. Setibanya di lobi, dia terus menanyakan keberadaan sang istri. Dani mengira Rusnayah akan menyambutnya. Begitu tahu sang istri tak bisa turun, Dani segera mencari lift. Ia meminta petugas mengantarkan ke kamar sang istri.
Setelah penantian panjang, akhirnya Dani tiba di lantai delapan, tempat istrinya menginap. Rekan satu rombongannya menyambut. Sebagian menangis, yang lain meneriakkan namanya. Di ujung lorong, tepatnya di kamar 818, beberapa orang berkumpul. Di sanalah Rusnayah terbaring.
Pertemuan mereka berlangsung haru. Mulanya mereka hanya saling tatap tanpa berucap. Dengan mata basah, Rusnayah kemudian mencium tangan dan pipi Dani. Mereka saling berpelukan sesaat, lalu beradu tangis.