Bambang Soesatyo Membuka Sidang Tahunan MPR pada Senin (16/8/2021). (youtube.com/DPR RI)
Sekadar informasi, Ketua MPR Bambang Soesatyo sebelumnya mengatakan bakal ada amandemen terbatas UUD 1945. Perubahan ini menyangkut penambahan wewenang MPR untuk menetapkan PPHN.
Menurut politikus Partai Golkar yang akrab disapa Bamsoet itu, PPHN yang bersifat filosofis dibutuhkan untuk memastikan keberlangsungan visi dan misi negara, seperti yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945.
"PPHN akan menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan SPPN (Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional), RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang), dan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) yang lebih bersifat teknokratis," ujar Bamsoet ketika berpidato di sidang tahunan MPR di Gedung DPR yang disiarkan secara daring, Senin (16/8/2021).
Bamsoet menjelaskan, PPHN bisa menjadi landasan setiap rencana strategis pemerintah seperti pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur, pembangunan infrastruktur tol laut, tol langit, koneksitas antar wilayah dan rencana pembangunan strategis lainnya. Dalam pidatonya, ia menjamin perubahan terbatas UUD 1945 akan berlangsung secara ketat dan tidak merembet ke pasal lain.
"Perubahan UUD 1945 hanya bisa dilakukan terhadap pasal yang diusulkan untuk diubah dan disertai dengan alasannya. Dengan demikian, perubahan terbatas tidak memungkinkan untuk membuka kotak pandora," ujar dia.
Sebelum menyampaikan di Sidang Tahunan MPR, Bamsoet mengklaim, amandemen terbatas UUD 1945 sudah disetujui Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Namun, perubahan yang disepakati terkait PPHN.
Perubahan terbatas dengan menambahkan wewenang untuk membuat PPHN, diklaim sudah sesuai rekomendasi MPR periode 2009-2014 dan 2014-2019. Selain itu, kajian MPR periode saat ini diklaim menjustifikasi rekomendasi MPR periode sebelumnya.
Sementara, banyak pihak khawatir perubahan terbatas itu akan bergulir menjadi bola liar, dan dimanfaatkan untuk sekaligus mengamandemen penambahan masa jabatan presiden dan menghapus ketentuan pemilihan presiden melalui pemilu.
Apalagi sudah ada sejumlah gerakan yang mendorong agar Presiden Joko "Jokowi" Widodo kembali berkuasa selama satu periode, lantaran pemerintahannya tidak bisa berjalan maksimal selama pandemik COVID-19.