Plt Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan, Abdul Muhari, Ph.D (tengah) mencoba mengoperasikan Rapid eLTE dalam kegiatan Gelar Kesiapan Peralatan pada Senin (16/8), di Gudang Logistik BNPB, Sentul Jawa Barat (dok.BNPB)
Abdul mengatakan, Buoy sendiri sebelumnya masih dalam tahap riset oleh BRIN. Alat pendeteksi tsunami itu belum sempat digunakan, namun sayangnya proyeknya harus berhenti di tengah jalan.
Padahal, dia berharap proyek Buoy bisa dimanfaatkan sebagai pendeteksi dini tsunami. Dengan begitu, berbagai lembaga terkait bisa mengantisipasi bencana alam yang berasal dari perairan tersebut.
Abdul lantas menjelaskan skema dan kinerja Buoy yang terintegrasi dengan InaTEWS. Jika terjadi gempa di tengah laut maka Buoy akan langsung mengirimkan data.
"Di skemanya begitu ada gempa di tengah laut, misal Mentawai, magnitudo 8, potensi tsunami. kalau kriteria gempanya magnitudo di atas 7, ke dalaman gempanya kurang dari 60 meter, terjadi di tengah laut maka itu memenuhi kriteria pertama dari peringatan dini tsunami. Itu namanya peringatan dini (PD) satu namanya. Begitu PD satu dikeluarkan maksimal empat menit setelah gempa, maka nanti BMKG ngecek bahwa ini tsunami benar terjadi gak. Ngeceknya salah satunya dengan Buoy," tutur dia.
"Kalau misalkan ada Buoy di tengah laut terus kelihatan gelombangnya, benar ada gelombang tsunami, itu peringatan dini diubah jadi PD dua, bahwa benar terjadi tsunami," sambung Abdul.