Sejak hukuman ini diberlakukan, banyak pertentangan yang datang dari sejumlah organisasi hak asasi manusia. Pada prinsipnya hukuman seperti ini hanya berlaku pada Muslim. Sejumlah komentar pun membanjiri media sosial terkait hukuman cambuk ini.
Bersumber dari AFP, disebutkan bahwa wanita di Takengon ini dicambuk dengan 30 kali menggunakan rotan. Hukuman tersebut dilakukan di hadapan ratusan orang pada hari Selasa (12/4). Selain itu, ada satu pasangan zina yang dicambuk dengan hukuman 100 kali cambukan.
Hukuman yang menimpa wanita berusia 60 tahun tersebut hingga saat ini masih menjadi kontroversi karena dijatuhkan pada wanita non muslim. Pelaksanaan hukum cambuk terhadap wanita bernama Remita Sinaga alias Mak Ucok ini menurut sejumlah media tidak sesuai dengan syariat Islam. Pasalnya hukum jinayah yang disahkan pada tahun 2015 ini seharusnya hanya berlaku pada warga muslim yang berdomisili di Aceh.
Akan tetapi, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Takengon Lili Supardi mengatakan eksekusi cambuk terhadap Mak Ucok tersebut sudah sesuai dengan Qanun Nomor 6 Tahun 2014. Dia berpedoman pada pasal 5 Juncto pasal 72 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayah. Di situ tertulis jelas bahwa hukuman ini diberlakukan bagi muslim maupun non-muslim.
Berdasarkan Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang hukum jinayah berlaku untuk:
(a) Setiap Orang beragama Islam yang melakukan Jarimah di Aceh,
(b) Setiap orang beragama bukan Islam yang melakukan Jarimah di Aceh bersama-sama dengan orang Islam dan memilih serta menundukkan diri secara sukarela pada Hukum Jinayah,
(c) Setiap Orang beragama bukan Islam yang melakukan perbuatan Jarimah di Aceh yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau ketentuan pidana di luar KUHP, tetapi diatur dalam Qanun ini.
(d) Badan Usaha yang menjalankan kegiatan usaha di Aceh.
Perempuan berusia 60 tahun itu didakwa terbukti secara sah melanggar Qanun Hukum Jinayah Pasal 16 ayat (1) Qanun Nomor 6 Tahun 2014 karena menjual minuman keras (jarimah khamar) kepada warga di daerah tersebut.