Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam Rapat Paripurna DPR RI saat pengesahan RUU TPKS pada Selasa (12/4/2022). (dok. KemenPPPA)

Jakarta, IDN Times - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong agar tindakan pelecehan seksual fisik diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), sesuai dengan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022, tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Peneliti ICJR Maidina Rahmawati menyebut tindak pelecehan seksual fisik dan eksploitasi seksual dalam RKUHP perlu ada jaminan hukum, karena keduanya dianggap tumpang tindih lantaran pengaturan perbuatannya serupa tapi ancaman pidananya berbeda.

"Ini sebenarnya salah satu yang kami kritisi bersama, terkait bagaimana nantinya implementasi oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dan keterkaitan dengan RKUHP ke depan," kata dia dalam webinar bertema "Respons RKUHP Terhadap UU TPKS: Memaksimalkan Pemulihan Korban", Kamis (26/5/2022).

1. UU TPKS belum memuat soal penyikapannya pengaturan perbuatan cabul

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati dalam diskusi dengan tajuk "Respons RKUHP Terhadap UU TPKS: Memaksimalkan Pemulihan Korban"' dilansir Kamis (26/5/2022).

Maidina menyebutkan dalam Pasal 6 UU TPKS dijelaskan pelecehan fisik memuat tiga jenis perbuatan yang jadi catatan dalam pengimplementasian UU TPKS.

Pasal yang disoroti adalah pelecehan seksual fisik, dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan atau kesusilaannya yang tidak termasuk kententuan pidana lain, yang termaktub dalam Pasal 6 huruf a UU TPKS.

Maidina mempertanyakan apakah hal ini akan terkait dengan perbuatan cabul di RKHUP atau tidak. Dia juga menyoroti UU TPKS tidak ada penyikapan dengan adanya pengaturan pelecehan seksual fisik terhadap pengaturan perbuatan cabul dalam RKHUP.

2. Pemerkosaan yang diklasifikasikan dalam perbuatan cabul

Editorial Team

Tonton lebih seru di