ICJR: Kriminalisasi Prostitusi Online dengan UU ITE Tidak Tepat

Jakarta, IDN Times - Terungkapnya kasus prostitusi online yang melibatkan pesinetron berinisial CA kembali menaikkan narasi kriminalisasi bagi pekerja seks dan pelanggannya. Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Genoveva Alicia menekankan, bahwa untuk perbuatan memberikan jasa seks antar orang tidak diatur sebagai perbuatan pidana yang bisa dikriminalisasi.
“Sehingga pemberian jasa seks secara konsensual antar pihak yang memberi dan menerima dalam bentuk offline maupun online, tidak ada jerat pidana yang dapat diberlakukan,” kata dia dalam keterangannya, dikutip Jumat (7/1/2022).
Dalam konteks pidana prostitusi, kata Alicia, satu-satunya kriminalisasi hanya bagi muncikari dan atau pengguna jasa dari korban eksploitasi atau perdagangan orang.
1. Penerapan Pasal 27 ayat (1) UU ITE untuk kasus prostitusi online dinilai dipaksakan
Tapi dalam penerapannya, kata Alicia, muncul narasi “kasus prostitusi online” yang “dipaksakan” menggunakan pemidanaan Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang transmisi, distribusi dan membuat dapat diakses konten elektronik, yang memuat pelanggaran kesusilaan dan jika itu memang bermasalah, penerapannya harus merujuk pada batasan pelanggaran kesusilaan yang dapat dijerat pidana.
“Sesuai dengan ketentuan KUHP sebagai dasar adanya kriminalisasi UU ITE, konten melanggar kesusilaan yang dapat dijerat pidana adalah apabila ditujukan kepada umum, kalaupun di ruang privat tapi orang yang ditujukan tidak berkehendak atau juga ditujukan kepada anak (Pasal 281 dan Pasal 282 KUHP). Sehingga penyebaran konten yang dinilai melanggar kesusilaan selama dilakukan di ruang privat dan berbasis persetujuan, tidak dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (1) UU ITE,” jelasnya.