Jakarta, IDN Times - Organisasi Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritisi keputusan yang diambil terhadap dua individu di dua kota yang berbeda karena telah menghina Palestina di media sosial. Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus A. Napitupulu menilai pengunggah konten yang menghina Palestina seharusnya diedukasi bukan malah dijatuhi hukuman.
Erasmus merujuk kepada kasus yang terjadi di Bengkulu dan Lombok, Nusa Tenggara Barat. Polisi di NTB memutuskan untuk menahan seorang petugas kebersihan berinisial HL (23 tahun) yang bermukim di Lombok. HL mendekam di dalam bui sejak 17 Mei 2021 lalu.
Sementara, seorang siswi SMA di salah satu Kabupaten Bengkulu Tengah, MS, dikeluarkan dari sekolahnya karena mengunggah konten bernada menghina Palestina di platform TikTok.
Setelah dilakukan mediasi, siswi kelas II SMA itu tak ditahan. Namun, pihak sekolah memutuskan agar pelajar itu dikembalikan ke orang tuanya untuk dibina.
"Dalam kedua kasus tersebut, baik HL dan MS bukan merupakan pihak-pihak yang secara sengaja memiliki maksud untuk menyampaikan ujaran kebencian pada golongan tertentu. Baik, HL atau MS dengan profil yang melekat pada keduanya adalah pihak-pihak yang pada dasarnya tidak memiliki pemahaman mumpuni tentang isu okupansi Israel di wilayah Palestina," ungkap Erasmus melalui keterangan tertulis pada Rabu (19/5/2021).
Alih-alih dijatuhi hukuman, seharusnya keduanya perlu diberikan edukasi. Menurut Erasmus, penahanan terhadap HL merupakan hukuman yang tidak diperlukan.
Apa dampak hukuman tersebut bagi psikologis HL dan MS usai dijatuhi hukuman?
