ICW Desak Presiden Pecat Andi Taufan dari Posisi Staf Khusus

Jakarta, IDN Times - Organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Presiden Joko "Jokowi" Widodo agar segera mencopot salah satu staf khusus millennial, Andi Taufan Garuda Putra. Peneliti ICW, Wana Alamsyah menilai surat dengan kop Sekretariat Kabinet dan ditulis oleh Andi pada (1/4) lalu bermasalah.
CEO PT Amartha Micro Fintech itu dinilai memiliki konflik kepentingan karena personel di perusahaan yang ia dirikan dikerahkan menjadi relawan di program milik Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Program itu diberi nama "Relawan Desa Lawan COVID-19".
Surat yang ditanda tangani Andi itu ditujukan kepada camat di seluruh wilayah Indonesia. Belakangan dunia media sosial menyebut apabila ada biaya yang timbul dari kegiatan pelatihan tersebut, maka dibebankan kepada masing-masing kecamatan.
"ICW menilai langkah Staf Khusus Presiden Andi Taufan mengarah pada konflik kepentingan. Sebagai pejabat publik, ia tak berpegang pada prinsip etika publik," ungkap Wana melalui keterangan tertulis pada Selasa malam (14/4).
Sebagai pejabat publik, kata Wana, seharusnya mereka sadar dalam mengambil keputusan tertentu harus didasarkan pada nilai-nilai luhur serta kepentingan publik. Lalu, apa respons Andi ketika ia mengetahui surat pengajuan kerja sama itu bocor di ruang publik?
1. ICW menilai konflik kepentingan adalah pintu masuk korupsi
Peneliti ICW, Lalola Ester dalam keterangan tertulis yang sama menilai konflik kepentingan merupakan salah satu pintu masuk untuk berbuat korupsi. Oleh sebab itu sebagai pejabat publik harus dapat membedakan mana kepentingan pribadi dan publik.
Lalola menggaris bawahi, konflik kepentingan sendiri tidak semata-mata mendapat keuntungan material semata.
"Dia juga bisa menguntungkan kepentingan pribadi, keluarga, perusahaan pribadi, partai politik dan lain-lain," tutur Lalola.
Hal lain yang menjadi tanda tanya sejak tujuh staf khusus millennial dilantik yaitu publik tidak pernah tahu tugas, fungsi dan kewenangan stafsus. Memang aturan mengenai pengangkatan stafsus sudah tertera di Peraturan Presiden nomor 17 tahun 2012 pasal 21.
"Tetapi, sejak dilantik hingga saat ini keputusan presien mengenai pengangkatan stafsus presiden, tugas, fungsi dan kewenangannya tidak diketahui," kata dia lagi.
2. Surat yang ditulis oleh Andi Taufan menerabas sistem birokrasi dan mengabaikan beberapa instansi
Hal lain yang disoroti oleh ICW yaitu selaku stafsus, Andi Taufan tidak memahami tata birokrasi yang ada. Untuk pengajuan surat ke camat di seluruh Indonesia, seharusnya hal itu dilakukan oleh masing-masing kepala daerah. Kepala daerah akan mendapat surat tersebut dari Kementerian Dalam Negeri.
Hal itu tertera di dalam pasal 3 Peraturan Presiden nomor 11 tahun 2015 mengenai Kemendagri yang antara lain mengatur pelaksanaan kebijakan di bidang politik dan pemerintahan umum. Setelah suratnya menjadi polemik, Andi kemudian menarik surat tersebut dan meminta maaf.
Ia berdalih apa yang ia lakukan dengan menerabas birokrasi karena proses untuk penyaluran bantuan COVID-19 bertele-tele.
"Namun, hal itu tetap tidak bisa membenarkan perbuatannya karena besarnya dugaan konflik kepentingan yang dilakukan oleh staf khusus presiden ketika menerima komitmen dari perusahaan yang didirikannya," tutur Lalola lagi.
3. Presiden Jokowi didesak untuk melakukan evaluasi terhadap stafsus lain yang memiliki jabatan di tempat lain
Di bagian akhir, ICW mendesak agar Presiden Jokowi turut melakukan evaluasi ke staf khusus lainnya yang juga memiliki posisi di tempat lain. Bila terbukti ada stafsus yang menggunakan jabatannya untuk melakukan penyimpangan, maka ICW berharap presiden langsung memecat individu tersebut.
"Begitu juga bila ditemukan staf yang memiliki posisi atau jabatan di tempat lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan," kata Lalola.