Jakarta, IDN Times - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan, kerugian negara akibat korupsi sepanjang 2019-2023 mencapai Rp234,8 triliun. Namun, hanya Rp32,8 triliun atau 13,9 persen yang berhasil dirampas kembali untuk kas negara.
"Berdasarkan hasil riset kami, paling tidak ada tren vonis 2019-2023, bicara soal kerugian negara ada sekitar Rp234 triliun nilai kerugian negara akibat korupsi," ujar Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah, dalam diskusi Ikatan Wartawan Hukum yang dikutip Sabtu (20/9/2025).
"Tapi yang bisa dirampas oleh negara hanya Rp32,8 triliun, hanya 13,8 persen nilai kerugian negara yang bisa dirampas oleh negara," imbuhnya.
ICW: Kerugian Negara Akibat Korupsi Rp234 T, yang Kembali Cuma 13,9 Persen

Intinya sih...
ICW tekankan pentingnya RUU Perampasan Aset Oleh karena itu, ICW menekankan pentingnya RUU Perampasan Aset untuk dibahas dan dituntaskan. Sebab, hal itu diyakini bisa memaksimalkan pemulihan keuangan negara.
Indonesia dinilai cocok adopsi mekanisme non-conviction based Dalam forum yang sama, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Pujiyono Suwadi menilai Indonesia lebih cocok mengadopsi mekanisme non-convinction based dalam praktik RUU Perampasan Aset.
RUU Perampasan Aset ditargetkan selesai pada 2025 DPR dan Pemerintah telah bersepakat menyelesaikan proses pembahasan.
1. ICW tekankan pentingnya RUU Perampasan Aset
Oleh karena itu, ICW menekankan pentingnya RUU Perampasan Aset untuk dibahas dan dituntaskan. Sebab, hal itu diyakini bisa memaksimalkan pemulihan keuangan negara.
"RUU Perampasan Aset penting karena menjadi instrumen hukum baru yang bisa menutup celah pengembalian aset korupsi yang selama ini sulit dijangkau,” ujarnya.
2. Indonesia dinilai cook adopsi mekanisme non-conviction based
Dalam forum yang sama, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Pujiyono Suwadi menilai, Indonesia lebih cocok mengadopsi mekanisme non-convinction based dalam praktik RUU Perampasan Aset. Tujuannya agar bisa mengejar aset yang disembunyikan koruptor, mengingat praktik selama ini banyak harta negara tidak kembali meski ada putusan pengadilan.
"Namun, Indonesia perlu menyesuaikan dengan budaya hukumnya agar aturan tidak menjadi dead regulation," ujarnya.
3. RUU Perampasan Aset ditargetkan selesai pada 2025
Seperti diketahui, DPR dan Pemerintah telah sepakat menyelesaikan proses pembahasan RUU Perampasan Aset pada 2025. Hal ini menindaklanjuti desakan publik pada tuntutan rakyat 17+8 dalam gelombang unjuk rasa 25-31 Agustus 2025.
RUU Perampasan Aset diusulkan masuk ke dalam Prolegnas prioritas dan menjadi usul inisiatif DPR.