ICW: Politisi Tergiur dengan Anggaran di Kemenag Mencapai Rp62,1 T

Jakarta, IDN Times - Dugaan praktik korupsi yang terjadi di Kementerian Agama bukan sekali ini terjadi. Sebelumnya, di tahun 2014, Menteri Agama Suryadharma Ali juga tersangkut kasus korupsi dana ibadah haji. Ia kini tengah menjalani vonis 10 tahun penjara di Lapas Sukamiskin.
Walaupun belakangan, Suryadharma ikut gerbong rombongan napi kasus korupsi lainnya yang ramai-ramai mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Kini, seolah deja vu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin diduga kuat turut tersandung kasus rasuah. Bedanya kali ini menyangkut praktik jual beli jabatan. Pertanyaan pun muncul di benak publik, ada apa dengan Kementerian Agama? Bukan kah sebagai institusi yang mengelola agama di Tanah Air, mereka seharusnya memiliki integritas paling tinggi? Bahkan, Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif mengatakan seharusnya lembaga antirasuah merujuk ke Kementerian Agama soal penerapan integritas.
Indonesia Corruption Watch (ICW) memiliki jawabannya. Menurut peneliti ICW, Donald Fariz, banyaknya pihak yang ingin cawe-cawe di Kemenag, lantaran anggaran yang diberikan sangat besar.
"Rp62,1 triliun anggaran yang diberikan oleh negara di tahun 2019 untuk Kementerian Agama. Hal itu tentu menggiurkan bagi politisi tertentu untuk menguasai Kemenag. Ini menjadikan Kemenag sebagai Kementerian keempat yang anggarannya terbesar setelah Kementerian PUPR, Kementerian Pertahanan dan Polri," kata Donald ketika berbicara di program Mata Najwa yang tayang di stasiun Trans 7 pada Rabu malam (20/3).
Itu sebabnya banyak pegawai yang berlomba-lomba untuk menduduki posisi tertinggi di Kemenag. Bahkan, menurut mantan Inspektur Jenderal di Kemenag, Mochammad Jasin, orang rela membayar hingga miliaran untuk menjadi seorang Kepala Kanwil di provinsi. Wah, gimana ceritanya ya?
1. Tarif untuk menjadi Kepala Kanwil di provinsi mencapai Rp2 miliar - Rp3 miliar
Cerita yang disampaikan oleh mantan Inspektur Jenderal Kemenag, Mochammad Jasin sangat mengejutkan. Ia menyebut peran aktif ketua umum parpol untuk sowan ke kementerian di mana kadernya duduk sudah mulai terjadi pada 2016 lalu. Sayangnya, ketika itu, Jasin tidak bisa lagi melakukan fungsi pengawasannya karena sudah diminta mundur oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Menurut Jasin, ketika itu berkembang rumor untuk menjadi Kepala Kanwil harus menyiapkan uang sebesar Rp2 miliar - Rp3 miliar.
"Itu range tarif kalau di daerahnya tidak banyak sekolah atau madrasah negeri. Ada juga yang dibanderol sampai 4 (Rp4 miliar). Karena kanwil itu kan posisinya nomor satu di provinsi yang impactnya bisa sampai ke bawah," kata Jasin di program yang sama.
Ia mengaku semula tidak percaya dengan rumor tersebut. Namun, setelah terjadi tangkap tangan yang dilakukan KPK, barulah Jasin yakin apa yang ia dengar sebelumnya bukan sekedar rumor.