Jakarta, IDN Times - Kekhawatiran GeNose C19 digunakan sebagai alat screening COVID-19 turut disuarakan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Ketua Satgas COVID-19 IDI Zubairi Djoerban mengatakan, penggunaan GeNose di berbagai moda transportasi sangat berisiko. Apalagi tingkat penularan COVID-19 di Tanah Air masih tinggi.
"Saya mau bilang, screening COVID-19 itu krusial. Tetapi, (screening) untuk penumpang pesawat, kereta api atau transportasi publik ya lain. Ini kan soal nyawa, keselamatan keluarga. Jangan nekat (gunakan GeNose C19)," cuit Zubairi melalui akun Twitternya, @ProfesorZubairi, Selasa 30 Maret 2021.
Bukti masih tingginya penularan COVID-19 di Indonesia, kata Zubairi, terlihat dari masih munculnya klaster sekolah di daerah Jambi, Bandung, dan Tasikmalaya. Bahkan, ada pula klaster takziah di Sleman, Yogyakarta yang menimbulkan satu orang meninggal dunia.
Pernyataan Zubairi sejalan dengan pendapat epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman. Ia bahkan tegas menyebut GeNose C19 belum diakui oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk digunakan sebagai alat screening.
"Sejauh ini, WHO baru merekomendasikan dua (alat) PCR yang gold standar dan rapid test antigen. Kalau dalam kaitan screening yang dipakai rapid test antigen. Bukan semata-mata alat screening dipilih karena mudah, murah, dan produksi dalam negeri," ujar Dicky kepada IDN Times melalui pesan suara, Selasa kemarin.
Selain itu, Dicky mengingatkan, penularan COVID-19 di Indonesia masih tergolong tinggi. Sehingga, potensi orang membawa virus Sars-CoV-2 jauh lebih tinggi dibandingkan yang berhasil dideteksi.
"Belum lagi strain baru virus corona yang sudah masuk ke Indonesia adalah ancaman yang serius, sehingga harus diperkuat secara kuantitas dan kualitas 3T. Dalam hal ini testing konteksnya," tutur dia lagi.
Mengapa Kementerian Perhubungan tetap kukuh membiarkan GeNose C19 digunakan bagi publik? Padahal, sudah ditegaskan GeNose C19 tidak bisa gantikan tes swab PCR.