VTM yang diproduksi Fakultas Farmasi UGM. Dok: istimewa
Namun, intervensi medis yang diharapkan tersandung masalah belum lengkapnya Pemkot Depok dalam menyiapkan sarana dan prasarana untuk screening massal dengan tes swab.
Masalah pertama muncul dari minimnya alat PCR yang tersedia. Dari 3 rumah sakit rujukan utama yang ditunjuk pemerintah, hanya satu yang benar siap melayani pemeriksaan COVID-19, yaitu di rumah sakit Universitas Indonesia (RSUI). Jumlah sampel dapat diuji pun masih terbatas, sekitar 140 sampel per harinya.
Sementara RSUD Depok belum bisa melayani penuh pemeriksaan tes swab, lantaran mesti berbagi jatah dengan uji sampel penyakit TBC. Sedangkan RS Bhayangkara Brimob yang punya dua alat PCR, belum bisa melakukan uji sampel secara massal, menyusul terganjal legalitas. Sebab, alat PCR hanya dapat digunakan untuk pemeriksaan pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut.
“RS Brimob butuh izin resmi dari Pemkot Depok dan Pemprov Jabar agar bisa melakukan uji sampel di luar jumlah internal (pasien dalam rumah sakit),” kata Wakil Direktur RS Brimob Kompol Arinando.
Data dari IDI Depok menunjukkan, Pemkot Depok baru bisa melakukan uji swab sebanyak 1.365 sampel. Jumlah itu di luar dari tes swab yang digelar seara mandiri oleh warga.
Belakangan, Pemkot Depok menyadari minimnya alat penguji sehingga baru-baru ini menambah 2 alat PCR, yang segera beroperasi di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda). Dengan begitu, Depok sebenarnya punya 5 alat PCR yang tersebar di fasilitas kesehatan rujukan pemerintah. Tetapi, yang baru siap 100 persen melayani uji swab secara massal hanya berpusat di RSUI.
Anggaplah bila kelima alat PCR tersebut bisa beroperasi dalam melayani screening massal, namun kata Alif, masalah belum sekonyong-konyong tuntas. Sebab, Depok juga sedang dikrisis VTM atau Viral Transport Medium, yaitu media untuk membawa spesimen sampel lendir hidung dan tenggorokan pasien yang telah melalui uji swab.
“Dari 9 rumah sakit rujukan penanganan pasien COVID-19, hanya 3 rumah sakit yang jumlah VTM-nya cukup. Terutama di RS swasta, ada yang cuma punya 2 dan 5, bahkan ada yang tidak punya sama sekali. Di RS rujukan yang tidak punya alat PCR, itu krisis VTM,” ujar Alif.
Ia juga mewanti-wanti Pemkot Depok untuk segera menambah jumlah tenaga kesehatan yang menjalankan tugas sebagai pengambil swab, bila semua alat PCR bisa berfungsi melayani uji sampel secara banyak.