Menurut Irsan, hingga saat ini tak ada data nasional terkait jumlah penderita hepatitis. Sebab, kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri terbilang rendah. Dia mencontohkan, harga pengobatan hepatitis C selama 3 bulan mencapai Rp1,3 miliar.
Empat tahun lalu, pemerintah berupaya mendatangkan obat tersebut versi generik agar bisa diberikan gratis.
"Kami usul ke Kemenkes supaya obat ini masuk. Kami bikin surat ke WHO agar diperbolehkan mengedarkan obat versi generik. Akhirnya WHO menyetujui, tapi hanya untuk golongkan negara miskin, salah satunya Indonesia," kata Irsan.
Namun, rupanya kehadiran obat tersebut tak lantas membuat masyarakat aktif memeriksakan kesehatannya. Pihaknya lantas melakukan survei pada 4000-an orang. Pada bulan April 2017 hingga sekarang, kata Irsan, tercatat ada 1 persen orang terserang hepatitis C.
Setelah setahun program ini berjalan mulai dari 2017, dari sekitar 2,5 juta pengidap hepatitis di Indonesia (dari jumlah prevalensi sebesar 1,2 persen per 250 juta penduduk Indonesia), yang sudah diobati secara gratis untuk hepatitis C hanya 3 ribu orang. Irsan menyebut jumlah ini cukup jomplang dari jumlah yang sadar kalau sakit dan jumlah yang sakit.
"Yang sudah diobati sampai seribuan. Sementara 3 ribu orang sisanya bukan gak ada obatnya, tapi kurang sadar. Sebagian besar datang pas sudah parah," tuturnya.