Indonesia Terima 46 Juta Dolar AS dari UNDP untuk Kelola Lingkungan

Jakarta, IDN Times - Indonesia menerima Rp718.462.147.050 (Rp718 miliar) atau setara dengan 46 juta dolar Amerika Serikat (AS) untuk aksi iklim dan pengelolaan hutan berkelanjutan.
Dana tersebut berasal dari total 103,8 juta dolar AS yang disetujui oleh Green Climate Fund (GCF), menyusul keberhasilan di bidang pengurangan emisi dari sektor kehutanan untuk tahun 2014-2016.
Dana tersebut merupakan bagian dari skema pembayaran berbasis hasil atau Result Based Payment (RBP) dari GCF untuk pengurangan emisi melalui implementasi REDD+.
"Sejumlah dana itu dikirim oleh United Nations Development Programme (UNDP) kepada Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang memiliki mandat untuk mengelola dana lingkungan," ujar Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura, dalam keterangan tertulis yang dikutip IDN Times, Jumat (10/2/2023).
Pada dasarnya, kata dia, BPDLH sengaja dibentuk untuk menyalurkan dana lingkungan hidup dan iklim guna mendukung pencapaian komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.
"Hal ini guna mencapai net zero emission pada tahun 2060 dengan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai bagian dari mandat dan komitmen global untuk mengatasi perubahan iklim," kata dia.
1. UNDP berperan penting sebagai entitas terakreditasi GCF
Norimasa mengatakan, UNDP berperan penting sebagai entitas terakreditasi GCF dan mitra terpercaya BPDLH serta Pemerintah Indonesia untuk program NDC. Salah satunya, memfasilitasi pembayaran dengan menggunakan modalitas Program Pembayaran Berbasis Kinerja (PBP) yang bertujuan memaksimalkan transparansi dan efektivitas dana.
"Pendekatan manajemen proyek ini memungkinkan pencairan dana yang lebih cepat dari UNDP ke Pemerintah Indonesia dibandingkan melalui manajemen proyek konvensional, tanpa mengurangi kualitas implementasi dan tujuan penggunaan hasil," kata dia.
Diketahui, pencairan dana pertama dilakukan pada Desember 2022 sebesar Rp440.720.000.000. Sedangkan, pencairan dana kedua dilakukan pada Januari 2023 sebesar Rp277.742.147.05.
Dana tersebut dinilai mampu mempercepat dan menguatkan implementasi REDD+ dan berkontribusi pada Rencana Operasional Forest and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 yang merupakan komponen penting dari peningkatan NDC Indonesia pada tahun 2022.
2. Indonesia harus berfokus pada rehabilitasi dan pemulihan lahan
Norimasa mengatakan, tim independen menyalurkan dana tersebut usai melihat hasil validasi yang menunjukkan kemajuan di kelima indikator program PBP yang ditinjau pada tahun 2022.
"Pencapaian ini menunjukkan respons Indonesia terhadap ancaman perubahan iklim, mencerminkan pengakuan internasional, dan peningkatan kepercayaan terhadap pengelolaan hutan berkelanjutan, serta upaya konservasi lingkungan hidup yang dilakukan oleh pemerintah," kata dia.
Mengingat pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dalam Rapat Koordinasi Nasional BPDLH, ujar Norimasa, Indonesia harus berfokus pada rehabilitasi dan pemulihan lahan dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.
"Pembayaran berbasis hasil yang diterima oleh Indonesia harus menjadi pendorong langkah-langkah lain dalam merehabilitasi dan memulihkan kawasan yang terdegradasi," ujar dia.
3. KLHK harus memberikan arahan strategis
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, menyampaikan bahwa Kemenkeu mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengambil tindakan melanjutkan langkah penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.
Menkeu menyoroti bahwa BPDLH sebagai pengelola dana memiliki mandat, yaitu mengelola dan menyalurkan dana skema pembayaran berbasis hasil dari GCF untuk REDD+ sebagaimana diamanatkan dalam perjanjian.
Dalam pengalokasian RBP dari GCF untuk REDD+, KLHK bertanggung jawab untuk memberikan arahan strategis pelaksanaan kegiatan untuk menghasilkan keluaran yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Arahan itu sejalan dengan strategi REDD+ Nasional, termasuk program prioritas KLHK. Sedangkan Kementerian Keuangan melalui BPDLH bertanggung jawab untuk mengelola, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan dana.
“Ini adalah milestone bagi Indonesia dalam upaya memenuhi janji iklimnya, terutama dalam membangun inisiatif REDD+ sebagai katalis untuk pembangunan berkelanjutan. Dengan meningkatnya dampak krisis iklim, dekade berikutnya merupakan momen kunci bagi Indonesia dan dunia untuk memastikan pengelolaan hutan dan lahan secara berkelanjutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Norimasa.