JAKARTA, Indonesia —Setiap tahunnya, tanggal 31 Mei diperingati sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS). Peringatan HTTS ini digagas oleh World Health Organization (WHO) untuk mengampanyekan bahaya rokok dan konsumsi tembakau.
Tahun ini, WHO mengangkat tema Tobacco and Heart Disease sebagai fokus utamanya. Tema ini dipilih mengingat hubungan yang erat antara konsumsi tembakau dan rokok dengan efek samping penyakit jantung. Dan ketika keduanya 'bersatu', risiko kematian yang jadi upahnya.
Tahun demi tahun banyak pihak, termasuk pemerintah dan swasta yang turut mengampanyekan bahaya konsumsi rokok. Di beberapa negara mungkin sudah menunjukkan banyak perubahan positif dengan kebijakan-kebijakan pemerintahnya masing-masing.
Tapi tentu masih banyak yang belum terpapar atau tersadarkan akan dampak negatif konsumsi rokok. Bukan hanya berakibat fatal bagi perokok aktif, tapi juga bagi lingkungan sekitarnya yang 'dipaksa' menjadi perokok pasif. Bahkan data WHO menyebut ada 890 ribu orang yang kehilangan nyawanya karena posisi mereka sebagai perokok pasif.
Rokok sendiri diketahui mengandung 7 ribu jenis bahan kimi, termasuk tar dan material lain yang bisa mempersempit arteri dan merusak pembuluh darah. Ada ula nikotin yang sering dikaitkan dengan penyebab penyakit jantung dan meningkatnya tekanan darah.
WHO juga mencatat, di dunia, sebanyak 17% dari 18 juta kematian akibat serangan jantung yang dipicu oleh kebiasaan merokok.
Menurut data WHO yang dihimpun AFP, ada sekitar 1 miliar orang di dunia yang aktif merokok, dan jumlah itu adalah 1/7 dari seluruh populasi manusia di dunia. Dari 1 miliar ini, jumlah terbesar bermukim di Tiongkok.
Dengan populasi sebesar 1,3 miliar orang, tercatat ada 315 juta perokok di Tiongkok. Para perokok ini mengonsumsi sepertiga dari produksi rokok dunia setiap tahunnya.
Sementara di Indonesia, mayoritas perokok masih didominasi laki-laki (Sekitar 76%) yang umumnya berusia di atas 15 tahun.
Data WHO juga menyebut bahwa 80% perokok di dunia tinggal menetap di negara dengan pendapatan menengah dan miskin. Bahkan 226 juta perokok ini masuk kategori orang tidak mampu. Ini membuktikan bahkan konsumsi rokok pun ttidak ada hubungannya dengan kemampuan finansial seseorang.