Pasal 262 dan 263 dalam RKUHP mengatur tentang penyebar hoaks atau berita bohong dan berita tidak pasti, yang berakibat adanya kegaduhan. Sedangkan, Pasal 262 pelaku dapat dijerat dengan kurungan penjara enam tahun, sementara Pasal 263 dua tahun penjara.
ICJR menegaskan dalam pasal-pasal persangkaan terkait penyebaran berita bohong, terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi, sebelum seseorang dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana penyebaran berita bohong.
Pertama, penyiaran berita atau pemberitahuan bohong tersebut harus dengan sengaja atau memiliki niat menimbulkan keonaran di kalangan rakyat. Kedua, orang tersebut harus mengetahui berita tersebut adalah berita bohong, atau orang tersebut setidak-tidaknya harus memiliki persangkaan bahwa berita tersebut adalah berita bohong.
Menurut ICJR kepolisian seharusnya berhati-hati dalam menangkap dan menahan seseorang, serta menetapkan seseorang sebagai tersangka. Sebab, untuk menyatakan seseorang telah melakukan sebuah tindak pidana, pertama terdapat element of crime yang harus dipenuhi, yakni actus reus atau perbuatan, dalam hal ini menyebarkan berita yang tidak benar.
Kedua adalah mens rea yakni niat jahat, dalam hal ini niat untuk menimbulkan keonaran yang muncul dari pengetahuan bahwa berita yang disebarkan adalah benar bohong atau patut diduga bohong.
Meskipun seseorang melakukan perbuatan menyebarkan berita bohong, namun mens rea atau niat jahatnya tidak dapat ditemukan dalam dirinya, maka perbuatan tersebut tidak dapat disebut sebagai perbuatan atau tindak pidana.