Jakarta, IDN Times - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menegaskan pembelian alat deteksi virus corona dari luar Indonesia sepanjang 2020 sesuai prosedur yang ada. Prosedur yang dimaksud adalah surat edaran Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Nomor 3 Tahun 2020 pada 23 Maret 2020. Di dalam aturan itu, BNPB bisa melakukan pengadaan barang tanpa harus menjalani prosedur tender alias penunjukkan langsung.
Reagen menjadi salah satu komoditas yang diburu saat awal pandemik, lantaran produk itu digunakan dalam tes terhadap orang-orang yang diduga mengalami gejala COVID-19. Pada awal masa pandemik 2020, Indonesia tak punya produk reagen, satu-satunya jalan harus impor.
Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB Prasinta Dewi mengatakan, penunjukkan langsung dipilih sebagai mekanisme dalam impor reagen. Sebab, pemerintah butuh reagen dalam waktu yang cepat. Sementara, sejak Maret 2020, kasus positif COVID-19 di Tanah Air terus bertambah.
"Kami juga harus mencari penyedia yang memiliki sumber daya yang sesuai kebutuhan. Tapi waktu itu kami belum punya standar atau acuan dari Kemenkes barang seperti apa yang harus kami adakan," ujar Prasinta ketika berbicara dalam diskusi virtual BNPB dengan topik "Pengambilan Keputusan dalam Situasi Darurat", Selasa (16/3/2021).
Ia mengatakan merek reagen yang diimpor ke Indonesia sesuai yang tercantum di dalam surat edaran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pengendalian Penyakit Menular di Amerika Serikat (CDC). Selain itu, merek-merek reagen itu kemudian dianalisa tim di Balitbangkes Kemenkes dan tim pakar Satgas COVID-19.
Salah satu perusahaan yang akhirnya diberikan izin mengimpor reagen adalah PT Mastindo Mulia. Berdasarkan laporan investigasi majalah Tempo pekan ini, perusahaan milik taipan Prajogo Pangestu itu mengadakan 500 ribu reagen merek Sansure. Tetapi, belakangan lebih dari separuhnya justru dikembalikan ke BNPB karena hasilnya tak akurat.
Mengapa BNPB memberi izin mengimpor reagen yang berasal dari Tiongkok itu?