Jakarta, IDN Times - Pada pekan lalu, akademisi dari Universitas Nasional Singapura (NUS) Kishore Mahbuni menulis kolom opini dengan tajuk "The Genius of Jokowi" atau bila diartikan bermakna kejeniusan Jokowi, di situs Project Syndicate.
Kolom opini itu kemudian menjadi perbincangan hangat di dalam negeri, lantaran sejumlah lembaga survei belakangan menyebut tingkat kepuasan publik terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta itu justru menurun.
Dalam pandangan Kishore, Jokowi disebut jenius lantaran berhasil membuat sebuah model pemerintahan di negara demokrasi dan dapat ditiru oleh negara lain. Ia dinilai sukses menjadi pemimpin sebuah negara yang mustahil di dunia untuk dipimpin dengan kondisi yang damai dan sejahtera.
"Indonesia terbentang sepanjang 5.125 kilometer dari barat ke timur, membuat Indonesia lebih lebar dari Amerika Serikat sendiri. Belum lagi tak semua negara besar mampu merangkul perbedaan etnis yang luas," demikian tulis Kishore di Project Syndicate, media yang khusus menerbitkan opini dari para pemimpin dunia, yang dikutip Senin (11/10/2021).
Ia melanjutkan, Indonesia pun masih tetap utuh sebagai negara ketika Asia dilanda krisis finansial parah pada 1998 lalu. Bahkan, sejumlah pakar menduga Indonesia akan menjadi negara yang terpecah seperti dialami oleh Yugoslavia. Hal itu lantaran situasi perekonomian di Indonesia anjlok hingga 13,1 persen.
Di sisi lain, Kishore juga mencatat mantan Wali Kota Solo itu dinilai merupakan pemimpin yang kompeten dan efektif dalam memimpin. Menurutnya, Jokowi sudah menciptakan standar baru dalam memerintah dan seharusnya membuat negara lain iri.
Salah satu alasan Kishore menilai Jokowi demikian, karena ia mampu merangkul lawan politiknya dalam Pemilu 2019 lalu. Jokowi pernah berdalih, kebijakan itu ditempuh untuk mencegah perpecahan lebih dalam sebagai dampak kontestasi politik tersebut.
Kini, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno justru berada dalam satu kabinet yang sama yang dibentuk oleh Jokowi. Prabowo duduk sebagai Menhan. Sedangkan, Sandiaga diberi kursi sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Kishore membandingkan situasi demokrasi di Indonesia dengan di Amerika Serikat. Meski Joe Biden sudah hampir enam bulan memimpin Negeri Paman Sam, namun 78 persen warga yang berasal dari kubu Partai Republik masih meragukan Biden sebagai pemimpin sah.
"Biden memang sudah menjadi senator di AS selama 36 tahun. Tapi, ia tetap tak sanggup memulihkan perpecahan politik usai Pemilu 2020 lalu," kata akademisi yang dulu adalah diplomat senior Singapura.
Di sisi lain, Jokowi secara politik dianggap berhasil menyatukan Indonesia. Menurut Kishore, kebijakan yang ditempuh oleh Jokowi lebih efektif bila dibandingkan Presiden Jair Bolsonaro yang malah mempertajam perpecahan di Negeri Samba itu. Kishore beranggapan Brasil adalah negara dengan demografi yang tak berbeda jauh dengan Indonesia.
Berkat kemampuannya membangun koalisi di politik itu pula, kata Kishore, yang menyebabkan UU Omnibus Law berhasil disahkan oleh parlemen. Kishore pun meyakini Omnibus Law bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru dan investasi.
Tapi, benarkah Jokowi adalah pemimpin yang jenius? Sebab, sejumlah persepsi justru menunjukkan di bawah kepemimpinan Jokowi, warga semakin khawatir dan takut berpendapat.