Namun, dalam perjalanan tiba-tiba Maspupah diminta turun di wilayah Blok M. Ia sempat berpikir telah sampai di RS Polri. "Eh taunya saya dan adiknya Yadi yang ikut, tiga orang (termasuk Maspupah) disuruh makan di restoran."
"Saya bilang gak pak, saya sudah kenyang. Saya dan adiknya tunggu di luar, mereka (polisi) makan," tuturnya menirukan ucapannya kepada polisi.
Selang tak berapa lama, mereka pun akhirnya menuju ke RS Polri. Di sana, ia melihat Yadi tak berpakaian satu pun. Ia pun melihat darah keluar dari kuping sebelah kiri anak sulungnya itu.
"Saya tanya, ini kenapa ada darah ke pak polisi? 'Nafasnya kali nyesek bu', itu kata pak polisi," kenang Maspupah.
Setelah itu, Maspupah diminta membuar surat pernyataan kalau anaknya meninggal dunia karena sakit dan pernyataan menolak untuk diautopsi.
"Saya kan masih syok, jadi adiknya yang tulis, tapi itu didikte sama polisi. Isinya kalau Yadi meninggal dunia karena sakit asma dan gas air mata. Memang anak saya ada sakit asma," kata Maspupah lirih.
"Saya yang tanda tangan di atas materai Rp 6000. Itu (surat) pernyataannya sama polisi, saya gak pegang apa-apa," ujarnya lagi.