Jakarta, IDN Times - Pernyataan pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid V soal penghentian penyelidikan 36 perkara korupsi akhirnya menuai polemik di publik. Masyarakat seolah mendapat konfirmasi bahwa komisi antirasuah di era kepemimpinan baru makin lemah sebagai pertanda dampak dari pemberlakukan UU baru KPK. Sementara, komisi antirasuah beralasan puluhan kasus itu tidak bisa dinaikan statusnya ke tahap penyidikan karena tak memiliki bukti yang cukup.
Pemaparan soal penghentian penyelidikan disampaikan oleh Ketua KPK, Komjen (Pol) Firli Bahuri pada (20/2) lalu. Maka ketika pemaparan yang seharusnya menjadi konsumsi internal itu diketahui oleh publik, informasi itu menjadi polemik.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata pada Jumat (21/2) lalu sampai harus menggelar keterangan pers untuk memberikan klarifikasinya. Menurut mantan hakim ad hoc di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat itu, sebelum diputuskan untuk dihentikan, tim penyelidik sudah melakukan gelar perkara.
"Penyelidik yang menelaah yang melakukan penyelidikan. Dia yang tahu apakah sudah cukup bukti atau belum untuk diekspose, untuk ditindak lanjuti di proses penyidikan. Mereka yang evaluasi dan hasil evaluasi itu disampaikan ke Deputi Penindakan," tutur Alex di gedung KPK.
Kemudian, pimpinan komisi antirasuah akan mengeluarkan disposisi atas laporan itu. Ada dua opsi yang bisa dipilih yaitu meminta agar penyelidikan dilanjutkan dengan penyelidikan terbuka atau menghentikan penyelidikan.
Sayangnya, Alex enggan mengungkap secara rinci perkara apa saja dari 36 kasus korupsi yang mereka hentikan penyelidikannya. Ia hanya menyebut penyelidikan yang dihentikan yang terkait penyelidikan secara tertutup.
"Dalam penyelidikan tertutup, kami mengandalkan tim yang turun ke lapangan dan alat penyadapan. Informasi di lapangan itu lah yang menjadi sumber kami dari tangkap tangan," kata dia lagi.
Lalu, bisa kah kasus yang sudah dihentikan penyelidikannya itu dibuka kembali? Apa tanggapan eks pimpinan KPK soal penyelidikan 36 kasus yang dihentikan itu?