Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/Lia Hutasoit

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan hasil investigasi mereka mengenai kerusuhan 21-23 Mei 2019.

"Jelas, peristiwa 21-23 rentetan dari beberapa peristiwa maupun juga sikap politik yang dikemukakan oleh sebagian kelompok yang tidak puas dengan hasil pilpres," ujar Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara di Kantor Komnas, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (28/10).

Temuan itu adalah hasil investigasi dari Tim Pencari Fakta (TPF) Komnas HAM. Berikut adalah hasil temuan mereka lainnya secara detail:

1. Sepuluh masyarakat sipil meninggal dunia oleh pelaku yang diduga terlatih dan profesional

IDN Times/Isidorius Rio

Kerusuhan yang terjadi pada 21-23 Mei mengakibatkan sepuluh orang meninggal dunia. Sembilan di antaranya terkena peluru tajam sedangkan satu orang lainnya terkena trauma di kepala akibat terkena benda tumpul. Komnas HAM menyebut hal itu sebagai bentuk unlawful killing atau pembunuhan di luar hukum.

"Sembilan orang yang meninggal itu lokasinya di Jakarta dan tersebar dalam sembilan titik lokasi yang berbeda," ujar Beka. 

Empat dari 10 orang tersebut merupakan anak di bawah umur. "Patut diduga, ada upaya menjadikan anak-anak sebagai sasaran korban guna memancing emosi massa."

Tim pencari fakta Komnas HAM meyakini bahwa pelaku pembunuhan itu terlatih, profesional, dan berjumlah lebih dari satu orang.

2. Ada penggunaan kekuatan serta kekerasaan oleh polisi

Ilustrasi. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Temuan lainnya adalah adanya kekerasan serta penggunaan kekuatan berlebihan ketika polisi menangani massa di kerusuhan. Menurut Beka, ada tindakan beberapa anggota Polri yang sewenang-wenang. Hal itu tertangkap kamera di Kampung Bali, di depan kantor Kementerian ATR/BPN Jakarta Pusat, Jalan Kota Bambu Utara I, pos penjagaan Brimob, dan Jalan KS Tubun Jakarta Barat.

"Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh beberapa anggota Polri ini, baik disebabkan karena emosi akibat mengetahui terjadinya pembakaran asrama Polri di Petamburan atau karena tidak mampu mengendalikan emosi akibat kelelahan, tidak bisa dibenarkan," paparnya.

3. Sebanyak 32 orang yang hilang

IDN Times/Lia Hutasoit

Komnas juga menyatakan, sebanyak 32 orang dilaporkan hilang. Di antara mereka ada yang ditangkap, ditahan, dilakukan diversi ke panti sosial anak, dan ada juga yang dilepas karena tidak terbukti bersalah.

"Belum ada informasi apakah 32 orang itu sudah kembali kerumah masing-masing atau keluarga, tapi tidak memberi tahu komnas dan sebagainya, karena tidak semua penasihat hukum melaporkan update para kliennya. Itu yang sedang kami tunggu," tambahnya.

4. Mobilisasi massa dari media sosial

Ilustrasi (IDN Times/Helmi Shemi)

Komnas HAM juga menyebutkan bahwa mobilisasi massa serta eklasi kekerasan dipengaruhi oleh informasi dari media sosial. Informasi itu disusun secara sistematis sebelum, saat, serta sesudah peristiwa 21-23 Mei. Lalu, disebarkan melalui platform media sosial seperti Facebook, Twitter, serta Instagram.

"Itu yang kemudian memang ada beberapa indikasi yang mereka mengonsolidasikan beberapa aksi massa itu. Kemudian kedua, juga bisa bersumber dari beberapa akun saja yang sacara aktif memprovokasi, menggalang massa," ucap Beka.

Editorial Team