Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya angkat bicara soal pelantikan Brigjen TNI Andi Chandra As'aduddin sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat, Maluku.
Menurut juru bicara MK, Fajar Laksono, perdebatan yang kini muncul lantaran masih adanya pemahaman bahwa pertimbangan hukum yang dipilih oleh hakim konstitusi dianggap tidak mengikat secara hukum. Sebagian pihak menganggap amar putusan saja lah yang memiliki kekuatan mengikat secara hukum.
"Bagi saya pemahaman itu kurang tepat. Tetapi, tetap saja persepsi itu diterapkan di lapangan, maka itu yang menjadi sumber polemik atau persoalan," ungkap Fajar ketika berbicara di dalam diskusi virtual yang digelar oleh Public Virtue Research Institute yang dikutip dari YouTube pada Jumat, (27/5/2022).
Ia menegaskan bahwa secara teori atau praktik, pertimbangan hukum MK juga bersifat mengikat secara hukum. Baik pertimbangan dan amar putusan adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Menurut Fajar, hal yang harus dipahami oleh publik yakni MK diberikan kewenangan oleh hukum menjadi satu-satunya pihak yang boleh menginterpretasikan UU yang ada.
"Jadi, ketika ada banyak tafsir (terhadap suatu undang-undang) dan menimbulkan polemik, lalu pihak tertentu memutuskan membawahnya ke MK. Kemudian MK memutuskan interpretasinya, maka itu lah tafsiran konstitusional yang mengikat," tutur dia lagi.
Sementara, poin penting yang dijadikan pertimbangan oleh hakim MK terkait prajurit TNI aktif boleh atau tidak menduduki posisi kepala daerah yakni UU nomor 34 tahun 2004 pasal 47. "Ditentukan, pada pokoknya prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan," ujarnya.
Sementara, Brigjen Chandra hingga kini masih menjabat sebagai prajurit TNI aktif. Sebelumnya, ia menduduki posisi Kepala BIN Daerah Sulawesi Tengah. Apa kata ahli tata negara mengenai fenomena ini?