Sejak awal membaca materi dakwaan yang diperoleh Jaksa Penuntut Umum, Refa mengaku bingung di bagian mana kliennya disebut telah berupaya menghalang-halangi penyidik Komisi Pemberantasan Kourpsi (KPK) untuk menangkap Setya Novanto. Menurutnya apa yang disampaikan oleh Fredrich kepada penyidik adalah sesuatu yang wajar, karena saat itu ia masih menjadi kuasa hukum Novanto.
"Kalau Anda bilang Fredrich dianggap menghalangi karena mengatakan Pak Novanto sakit ya itu kan masih domain yang dilakukan oleh pengacara dong. Masak saya bilang ke penyidik; 'hey, kamu gak boleh tangkap dia karena dia pengacara.' Apa iya yang seperti itu disebut menghalang-halangi?," kata Refa yang ditemui media siang kemarin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Justru, kata Refa, sebagai pengacara, itu merupakan hak untuk melindungi kliennya. Perkara kemudian Novanto akhirnya dirawat di rumah sakit, Refa menyebut kewenangan itu ada di rumah sakit.
"Yang berhak menyatakan (apa Novanto patut dirawat atau tidak) itu mereka, bukan kami," katanya lagi.
Di dalam dakwaan setebal hanya 7 lembar itu, JPU menggambarkan awal mula masuknya mantan Ketua DPR itu dirawat di rumah sakit, merupakan ide dari Fredrich. Advokat berusia 65 tahun itu mendatangi apartemen dr. Bimanesh Sutarjo di area Simprug pada (16/11/2017) sekitar pukul 14:00 WIB. Padahal, di hari itu pula, Novanto akan mengalami kecelakaan.
Menurut jaksa, Fredrich meminta bantuan kepada Bimanesh yang telah ia kenal sebelumnya, agar Novanto bisa menginap di RS Medika Permata Hijau, tempatnya berpraktik. Caranya dengan menyatakan Novanto menderita beberapa penyakit usai kecelakaan.
"dr. Bimanesh Sutarjo lalu menyanggupi untuk memenuhi permintaan terdakwa, padahal ia tahu Setya Novanto tengah memiliki masalah hukum di KPK terkait tindak pidana korupsi pengadaan KTP Elektronik," ujar jaksa memnbacakan surat dakwaan.