Jakarta, IDN Times - Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menuai pro-kontra di kalangan publik. Pasalnya, KUHP yang saat ini digunakan pemerintah merupakan warisan era kolonialisme.
Di sisi lain, RKUHP yang tengah digarap oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai terlalu memaksakan. Sehingga, banyak pasal yang alih-alih mengadopsi filosofi hukum-sosiologis Indonesia, jutsru dianggap bertentangan dengan nilai demokrasi.
“Membuat KUHP memang berat, karena bicara masalah kehidupan seseorang. Perlu kita ketahui juga, KUHP kita merupakan warisan kolonial atau Belanda, yang mana mereka adopsi dari Perancis. Dan mereka sudah mulai meninggalkannya sejak tahun 90-an,” ujar Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti di Gado-Gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (03/02) .
Berikut pasal-pasal RKUHP yang dinilai Bivitri mencederai demokrasi.