Jakarta, IDN Times - Pengamat isu terorisme, Al Chaidar sudah memperkirakan pelaku bom bunuh diri di depan pintu gerbang Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, pada Minggu, 28 Maret 2021 merupakan bagian dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Bahkan, ia juga sudah menyebut pelaku yang berinisial L (laki-laki) dan YSF (perempuan) adalah suami istri. Berdasarkan keterangan Mabes Polri L dan YSF baru menikah enam bulan lalu.
Kini, menurut Chaidar, muncul fenomena bernama familial suicide terrorism atau terorisme bunuh diri keluarga.
"Fenomena semacam ini sudah terjadi dalam aksi teror di Surabaya, Sibolga dan Jolo (Filipina selatan)," ujar Chaidar ketika dihubungi IDN Times melalui telepon, Minggu, 28 Maret 2021.
"Jadi, mereka mengajak keluarga inti terdekat untuk melakukan amaliyah," sambung dia.
Menurut Chaidar ada fatwa yang diyakini dari Ustaz Khalid Ghozali bahwa mati bersama-sama di dalam keluarga adalah kematian terbaik, untuk bisa masuk surga.
"Bagi mereka (pelaku teror), itu adalah kematian yang sempurna," katanya.
Bila merujuk teror bom di Surabaya, pelaku turut mengajak istri dan anaknya. Sedangkan, pemboman gereja di Jolo dilakukan pasangan suami istri warga negara Indonesia.
Apakah bisa anggota keluarga menolak ikut serta dalam aksi teror?