Jakarta, IDN Times - Keinginan Indonesia memiliki UU KUHP karya anak bangsa harus ditunda karena banyak pasal kontroversial. Seperti misalnya RUU KUHP dalam ketentuan pidana bagi dukun santet. Ancaman pidana mengenai santet yang tertuang dalam Pasal 252 ini dinilai sulit dibuktikan.
Dalam pasal itu disebutkan setiap orang yang menyatakan dirinya punya kekuatan gaib, memberitahukan, memberi harapan, menawarkan, atau memberi bantuan jasa ke orang lain hingga menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik dapat dipidana tiga tahun penjara atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Sesuai ketentuan, denda pidana dikategorikan menjadi empat yakni kategori I dan II, termasuk denda ringan dengan alternatif penjara di bawah satu tahun serta kategori III dan IV denda berat dengan alternatif penjara satu sampai tujuh tahun.
Jika orang itu melakukannya untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 masa hukuman.
Salah satu RUU KUHP ini banyak menuai kontroversi sebab perbuatan santet-menyantet mustahil untuk diterima akal sehat guna kemudian dilakukan pembuktian. Sesuai prinsip hukum pidana, suatu tindak pidana harus memenuhi unsur pembuktian.
Selain pasal santet, banyak pasal yang tak kalah kontroversi lainnya. Sebelumnya, RUU KUHP yang disahkan dalam rapat kerja Komisi III serta pemerintah di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9), semula akan disahkan pada Selasa (24/9) pekan depan.
Beruntung, Presiden Joko “Jokowi” Widodo menunda RUU KUHP untuk disahkan. Menurutnya, ada setidaknya 14 pasal yang masih kontroversi dan diminta untuk dikaji ulang. Berikut enam pasal kontroversi lainnya.