Dicky mengatakan, surat yang menjelaskan negatif COVID-19 dari negara asal kedatangan tidak menjamin seseorang benar-benar tak tertular virus corona. Ia menyarankan agar juga melihat negara asal kedatangan warga asing, apakah termasuk yang benar-benar sudah berhasil mengendalikan pandemik atau tidak.
"Bisa saja yang bersangkutan datang dari negara seperti India, Inggris, dan Amerika Serikat, tentu karena status prevalensi dan penyebarannya juga relatif tinggi bisa ada potensi periode jendela (inkubasi virus). Jadi tidak heran warga dari negara yang status penanganan pandemiknya tidak baik, maka ia akan positif COVID-19," ujar Dicky ketika dihubungi IDN Times pada Senin (22/2/2021).
Seseorang bisa saja akhirnya tertular COVID-19 meski saat dites di negara asal negatif, lantaran sebelum berangkat tidak berdiam diri di rumah. Padahal, dianjurkan agar sepekan sebelum terbang sudah membatasi mobilitas.
"Setelah itu baru melakukan tes tiga hari sebelum pergi. Karena potensi penularan di pesawat kecil sekali," kata dia.
Dicky mengutip hasil riset yang dilakukan Massachusetts Institute of Technology (MIT), menunjukkan rasio 1:4.000 tertular COVID-19 di pesawat. Bila di dalam kabin tempat duduk diberi jeda, maka rasio terpapar menjadi semakin kecil, yaitu 1:8.000.
"Potensi penularan akan semakin kecil bila selama penerbangan, yang bersangkutan mengenakan masker, face shield dan datang dari negara yang berhasil mengendalikan pandemik," tutur dia.
Usulan lain yang disampaikan Dicky bila ada yang ditemukan terpapar COVID-19 usai kembali dari luar RI, yaitu dilakukan pengurutan genome. Hal ini untuk meneliti apakah virus yang yang ada di dalam tubuh merupakan mutasi baru. Apalagi saat ini sudah diketahui setidaknya ada tiga varian baru virus corona yang muncul di Inggris, Afrika Selatan, dan Brasil.