Jakarta, IDN Times - Kepala advokasi dan pengacara LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora menjelaskan mengapa sejumlah lembaga masyarakat sipil melayangkan gugatan terhadap Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa ke dua pengadilan. Nelson mengatakan, masyarakat sipil bersama keluarga para aktivis prodemokrasi menggugat Andika karena menunjuk Mayor Jenderal TNI Untung Budiharto menjadi Panglima Kodam Jaya pada Januari 2022 lalu.
Padahal, Untung adalah residivis dan terbukti bersalah ikut menculik sejumlah aktivis prodemokrasi pada periode 1997 hingga 1998. Hingga kini, bahkan masih ada sejumlah aktivis yang belum kembali. Tidak diketahui apakah mereka masih dalam keadaan hidup atau sudah mati.
Gugatan terhadap Andika diajukan oleh Paian Siahaan (ayah dari Ucok Munandar Siahaan) dan Hardingga (anak dari Yani Afri). Diwakili oleh sejumlah masyarakat sipil, keduanya melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Militer Tinggi II.
Menurut Nelson, persidangan Untung yang digelar tahun 1999 lalu tidak dilakukan secara transparan. Dalam putusan Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999, 11 anggota Tim Mawar dijatuhi vonis dipecat dari TNI dan dibui. Salah satu dari Tim Mawar itu adalah Untung.
Namun, Untung urung dipecat dari TNI karena ia mengajukan banding dan dikabulkan. Meski, majelis hakim banding tetap menjatuhkan vonis bui bagi Untung.
"Ini kalau dibiarkan berbahaya. Bisa menjadi sebuah kewajaran bahwa penculikan, penghilangan paksa, pembunuhan terhadap rakyat sipil tak bersenjata bisa dilakukan oleh tentara. Kali ini juga tak dilakukan upaya hukum, maka nanti akan ditiru," ungkap Nelson ketika memberi keterangan pers secara daring Jumat 1 April 2022.
Lalu, mengapa gugatan diajukan ke dua pengadilan?