Jakarta, IDN Times - Ketua Komunitas Civil Society Indonesia, Irma Hutabarat, mengatakan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tewas bukan dibunuh oknum Polri. Sebab, untuk mengungkap penyebab kematiannya, tim khusus Mabaes Polri harus memeriksa 97 personel Polri yang diduga terlibat menutupi dugaan pembunuhan berencana ini.
"Kalau oknum itu satu atau dua personel Polri. Tapi kalau yang diperiksa sampai 97 orang, itu sudah menjadi gerombolan dan sistem. Jadi, Ferdy Sambo itu bukan oknum, he's a system," ujar Irma ketika berbicara dalam diskusi bertajuk Obstruction of Justice: Terjalnya Proses Pencarian Keadilan Kasus Joshua yang digelar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (27/9/2022).
Menurut Irma, upaya untuk mengungkap penyebab kematian Brigadir J lebih rumit lantaran sistem di kepolisian bukan perbuatan oknum. Ia pun mengakui peristiwa pembunuhan semacam ini dan terkuak baru kali pertama di Indonesia. Sebab, korban pembunuhan adalah polisi yang dilakukan polisi ketika mengenakan seragam polisi di rumah dinas polisi.
Irma kembali terkejut lantaran dari 97 personel Polri yang diduga terlibat menutupi upaya pembunuhan ini, tak ada satu pun yang melapor ke Mabes Trunojoyo bahwa mereka menemukan jenazah Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo. Ia menilai hal tersebut sudah menjadi upaya menghalangi penyidikan yang pertama.
"Pembunuhan itu tak pernah dilaporkan hingga Kamaruddin Simanjuntak datang dan membuat laporan pada 13 Juli 2022," tutur dia.
Upaya menghalangi penyidikan kedua, kata Irma, terjadi ketika Ferdy Sambo berunding dengan mantan penasihat Kapolri, Fahmi Alamsyah dan menyusun narasi untuk disebar ke media. Lalu, apakah Irma dan keluarga Brigadir J sepakat bila Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati?