Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
LOLOS. Jepang lolos ke babak knock-out berkat aturan FIFA mengenai poin fair play. Foto instagram @rafaelvillegasmaillo

JAKARTA, Indonesia—Peracik strategi tim nasional Jepang Akira Nishino tahu apa yang sedang ia kerjakan. Sepuluh menit menjelang laga Jepang kontra Polandia berakhir, Akira menginstruksikan para pemainnya bermain bertahan. Padahal, pasukan Samurai Biru sedang tertinggal 1-0 di laga penentu di Stadion Volograd, Rusia, Jumat dini hari, 29 Juni 2018. 

Berpegang pada aturan FIFA, Akira memutuskan meletakkan nasib Jepang pada hasil laga Senegal-Kolombia di Samara, Rusia yang lokasinya puluhan kilometer dari Volograd. Akira tahu, di laga itu, Senegal juga tertinggal 1-0. Akira tahu, jika situasi tak berubah, maka FIFA bakal meloloskan Jepang biarpun memiliki poin dan jumlah gol yang sama dengan tim dari Benua Afrika itu. 

Perjudian Akira berbuah manis. Wasit meniup peluit berakhirnya laga. Polandia tak mampu membukukan gol tambahan. Begitu pula James Rodrigues dan kawan-kawan. Senegal pun ‘menangis’ karena harus angkat koper dari Piala Dunia dengan cara yang memilukan. 

“Saya lebih suka jika tersingkir dengan cara yang berbeda tapi aturannya memang seperti itu dan kami harus menghormati aturan FIFA,” ujar pelatih Senegal Aliou Cisse seperti dikutip Guardian. 

Aturan yang dimaksud Cisse ialah aturan poin fair play yang diciptakan FIFA. Sesuai aturan itu, jika dua tim memiliki poin yang sama, jumlah gol yang sama, serta bermain imbang dalam pertemuan di antara keduanya, maka jumlah kartu kuning selama fase grup menjadi penentu kelolosan.

Dari tiga laga di fase grup, Jepang mengantongi 4 kartu kuning sedangkan Senegal membukukan 6 kartu kuning. Bisa dikata, Jepang lolos karena ‘berkelakuan baik’ di lapangan. Sepanjang sejarah, ini kali pertama poin fair play menjadi penentu lolos tidaknya sebuah tim ke babak knock out.

“Situasinya sangat disesalkan. Biarpun akhirnya kami (Jepang) yang lolos. Piala Dunia memang seperti ini. Hal-hal seperti itu terjadi. Saya juga merasa tidak enak, tapi kami lolos. Dan mungkin (bermain bertahan) itu keputusan yang tepat,” ujar Akira. 

Pada menit 82 laga Jepang-Polandia, Akira memasukkan gelandang Makoto Hasebe. Hasebe tentu saja ditugaskan untuk membantu pertahanan. Hasebe juga membawa instruksi dari Akira kepada rekan-rekannya agar bermain ‘santai’ dan tak mengambil risiko. Formasi Jepang pun berubah dari 4-4-2 menjadi 4-1-4-1. 

Tak seperti lazimnya laga penentu di fase grup, menit-menit akhir laga Jepang-Polandia pun berjalan hambar. Terlebih, meskipun memenangi laga, Polandia yang hanya mengantungi 3 poin sudah pasti tak lolos. Di sisa 10 menit pertandingan, kedua tim praktis hanya menjalankan ‘rutinitas’ di lapangan. 

Jepang bahkan tak sekalipun berani melangkah ke zona pertahanan Polandia. Di lapangan, Hasebe terlihat berulangkali mengingatkan rekan-rekannya untuk mengurangi tempo permainan. Hasebe dan kawan-kawan tampak tak peduli meskipun siulan dan ejekan membahana di seluruh stadion.

“Cara bermain kedua tim memalukan di 10 menit terakhir pertandingan. Apa yang mereka tampilkan ialah segala sesuatu yang tidak ingin kita lihat di Piala Dunia. Laga itu berakhir menjadi sebuah lelucon,” ujar mantan gelandang Everton Leon Osman kepada BBC. 

Komentar lebih pedas diutarakan pelatih Irlandia Utara Michael O’Neill. “Sebagai seorang pelatih, saya bingung dengan keputusan menempatkan nasib tim pada hasil pertandingan lain. Saya simpatik dengan Jepang, tapi saya harap mereka dibantai di babak berikutnya,” ujar dia. 

Instagram.com/@tkfa

Tersingkir dengan kepala tegak

Editorial Team

Tonton lebih seru di