IDN Times/Teatrika Handiko Putri
Selepas menyelesaikan pendidikan sarjana manajemen di ITB, Taufan bekerja sebagai konsultan bisnis di IBM Global Business Services selama dua tahun. Namun, ia melihat banyak masyarakat Indonesia kesulitan mendapatkan akses finansial, sehingga pada 2009, dia meninggalkan pekerjaannya dan mendirikan Amartha pada 2010.
Amartha, perusahaan yang bergerak di bidang bisnis yang berdampak sosial, dengan memberikan akses permodalan kepada perempuan di pedesaan. Diawali dengan perempuan di Desa Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa barat.
Perempuan diwajibkan membentuk kelompok untuk saling mendukung mengembangkan usaha satu sama lain, dan juga membantu bila ada anggota yang mengalami kesulitan dengan tanggung renteng.
“100 persen peminjam merupakan pelaku usaha mikro perempuan di desa. Sebagai bisnis yang dilandasi nilai-nilai sosial, kami ingin membantu mencapai sustainable development goals melalui pilar pengentasan kemiskinan, partisipasi perempuan dalam pembangunan dan mengurangi ketimpangan pendapatan di pedesaan,” kata Taufan, seperti dikutip dari amartha.com.
Amartha kini menjadi perusahaan pionir peer to peer (p2p) lending atau fintech p2p berdampak sosial, yang menyalurkan pendanaan modal usaha mikro kepada perempuan di pedesaan. Hingga kini, Amartha telah menghubungkan dan menyalurkan pendanaan dari pendana di perkotaan sebesar Rp1,6 triliun, kepada lebih dari 339 ribu mitra di pedesaan pulau Jawa, Sulawesi, dan Sumatera.
Amartha memodernisasi sektor pembiayaan mikro dan menyediakan saluran alternatif untuk modal bagi penduduk yang tidak memiliki rekening bank di Indonesia. Per September 2019, Amartha telah memfasilitasi lebih dari Rp1,3 triliun pinjaman dan melayani lebih dari 290.000 pengusaha mikro.