Ilustrasi Joko Tjandra (IDN Times/Arief Rahmat)
Sebelumnya, Joko Tjandra dalam eksepsinya juga menilai PN Jakarta Timur tidak berwenang mengadili kasusnya. Hal ini karena, penentuan tempat terjadinya dugaan tindak pidana (locus delicti) dianggap tidak tepat.
Menanggapi hal ini, Yeni menjelaskan, menurut ketentuan hukum acara dikenal dua macam kompetensi atau kewenangan peradilan, yakni kewenangan absolute dan kewenangan relatif.
Kompetensi absolut berhubungan dengan lingkungan peradilan mana yang berwenang mengadili suatu persoalan hukum. Sedangkan kompetensi relatif, menyangkut kewenangan pengadilan mana dalam lingkungan peradilan, yang berwenang mengadili suatu persoalan hukum.
Yeni melanjutkan, pihaknya dalam dakwaan telah menguraikan tempat kejadian perkara. Di mana, Joko bersama Anita Kolopaking dan Brigjen Pol. Prasetijo Utomo pada 3 Juni-20 Juni 2020, melakukan dugaan tindak pidana di Mabes Polri Jalan Trunojoyo No.3, Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur dan Bandar Udara Supadio Pontianak.
"Atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain di daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan Pengadilan Negeri Pontianak. Akan tetapi, Pengadilan Negeri Jakarta Timur berwenang memeriksa dan mengadili berdasarkan ketentuan Pasal 84 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana," jelas Yeni.
Yeni menambahkan, pelimpahan perkara Joko ke PN Jakarta Timur juga sudah tepat. Hal ini karena, locus dan tempus delicti-nya, ada di wilayah hukum PN Jakarta Timur.
"Apabila Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak berwenang mengadili perkara dimaksud, maka sejak awal setelah menerima pelimpahan perkara dimaksud, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur akan menetapkan Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak berwenang mengadili perkara dimaksud," tutur Yeni.