Konferensi pers lembaga masyarakat adat di Rumah AMAN, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (18/3/2024). IDN Times/Sherlina Purnamasari
Adapun kasus-kasus tersebut telah dilakukan rekonsiliasi dengan Jokowi. Namun, para pengurus lembaga masyarakat adat tersebut menjelaskan bahwa alih-alih menyelesaikan konflik agraria, Jokowi justru membawa krisis agraria di Indonesia ke jurang maut.
Menurut laporan AMAN, KPA, dan WALHI, tercatat 14,8 juta hektare wilayah hidup masyarakat telah dirampas oleh pemerintah yang terdiri dari 8,5 juta wilayah adat, dan 6,3 juta wilayah pertanian.
Sekretaris Jendral AMAN, Rukka Sombolinggi, mengutarakan keresahannya terhadap rezim Jokowi. Ia menilai Jokowi telah mempersiapkan perangkat UU untuk melanggengkan perampasan tanah dan wilayah yang menjadi hak-hak masyarakat adat. Hal ini dibuktikan dari realisasi kebijakan politik yang digunakan untuk menentang kebebasan agenda kerakyatan.
"Untuk melawan penindasan, melawan perampasan tanah-tanah kita sendiri, itu sudah menjadi kriminal di negeri ini," ucap Rukka.
Sementara, Direktur Eksekutif WALHI Zenzi Suhadi menyebut sebanyak 14,8 juta hektare lahan dikuasai diambil oleh negara dan diberikan kepada korporasi. "Dan kita tidak menyatakan itu salah. Masyarakat Indonesia tidak menyatakan itu salah. Hanya petani, masyarakat adat, dan aktivis lingkungan itulah yang menyatakan salah," kata dia.
Mulai dari UU Cipta Kerja (Ciptaker), revisi UU Mineral dan Batubara, UU Komisi Pemberantasan Korupsi, UU Ibu Kota Negara (IKN), hingga UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dinilai mengancam keberlangsungan hidup bangsa.
Bahkan, ketiga lembaga juga mencatat bahwa rezim menjanjikan pemberian konsesi selama hampir dua abad kepada investor yang bersedia menanam modal di wilayah IKN.
Sementara itu, perundang-undangan terkait perlindungan masyarakat yang telah lama didesak, seperti RUU Masyarakat Adat, RUU Pertanahan, RUU Keadilan Iklim, dan Revisi Perpres Reforma Agraria justru stagnan di tempat.
Ketiga lembaga masyarakat adat itu menjelaskan bahwa kebebasan rakyat yang semakin terbatas akan memperburuk situasi politik pasca pengumuman hasil Pemilu 2024.